1. Anatomi Fungsional
a. Kortek Cerebri
Kortek cerebri yang mengatur fungsi motoris terletak pada sulcus presentralis.Sulcus presentralis berjalan ke anterior sejajar dengan sulkus sentralis.Sulkus presentralis terbagi lagi menjadi sulkus presentralis superior dan sulkus inferior.Sulkus frontalis superor dan inferior berasal dari sulkus presentralis menuju kearah depan dan bawah serta membagi permukaan lateral lobus frontalis menjadi tiga gyrus yang sejajar yaitu : gyrus frontalis superior, medius, dan inferior.Pada lobus frontalis terdapat area motorik untuk gerakan volunteer ,area ini terbagi lagi yaitu baca selengkapnya…. untuk kaki, ankle, lutut, pinggul, badan, siku,wrist, angan, leher, muka, lidah , lariynx, yang bekerja dari atas kebawah.Area – area ini berhubungan dengan motor cranial dan AHC, secara menyilang kesamping yang berlawanan didaerah kortiko spinal track.Lobus parietalis terdapat area sensorik, sensasi kinestetik terjadi akibat adanya impuls yang ditimbulkan oleh perangsangan propioseptor diotot, tendon, dan sendi secara tidak disadari namun sampai saraf pusat, bila mana ada kerusakan maka rehabilitasinya sangat sulit.Lobus oksipitalis disini terdapat area penglihatan, informasi yang diterima mata tidak akan diproses diotak bila area ini mengalami kerusakan. Kerusakan pada area ini akan berakibat berkurangnya pendengaran atau hilang sama sekali.Berkaitan dengan gangguan motorik pada stroke maka penulis menambahkan bagian kortek cerebri yang dapat dipergunakan sebagai dasar referensi bagi lokalisasi proses fisiologis dan patologis dengan memakai angka – angka yang dibuat oleh Broadman dengan memberikan label – label pada masing – masing daerah yang dianggap berbeda dalam kortek cerebri.Pada lobus frontalis daerah tersebut telah terbagi menjadi beberapa area diantaranya area 4 terletak pada gyrus presentralis dan lobus precentralis merupakan daerah motorik yang utama.Area 6 terletak pada gyrus frontalis superior dan medial merupakan bagian sirkuit ekstrapiramidal dan premotor.Area 8 terletak pada gyrus frontalis superior dan medial berhubungan dengan pergerakan mata dan perubahan pupil.Area 9, 10, 11, 12 daerah asosiasi frontalis.
b.Traktus pyramidalis dan exstrapyramidalis
Di dalam perjalanannya implus motorik dibagi menjadi dua bagian, yaitu upper motor neuron yang menghantarkan implus dari pusat motorik di cortex cerebri sampai batas synapsis cornu anterior medulla spinalis dan lower motor neuron yang menghantarkan implus dari cornu anterior medulla spinalis sampai ke otot.Dalam pembahasan upper motor neuron ini akan penulis singgung tentang tractus pyramidalis, tractus extrapyramidalis serta stimulasi tractus pyramidalis dan tractus extrapyramidalis.1) Tractus pyramidalis Adalah serabut – serabut saraf motoris central yang tergabung dalam suatu berkas yang berfungsi menjalarkan implus motorik yang disadari.Tractus ini membentuk pyramidal pada mendulla oblongata dan karena itu dinamakan system pyramidal turun dari kapsula interna daeri cortex cerebri. Kira –kira 80 % serabut – serabut ini menyilang garis tengah dalam decussatio pyramidium untuk membentuk tractus corticospinalis lateralis, sisanya turun sebagai tractus corticospinalis anterior.2) Tractus extrapyramidalis Sistem tractus extrapyramidalis dapat dianggap suatu system fungsional dengan tiga lapisan integrasi, yaitu cortical, striatal (basal ganglia) dan tegmental (mesensephalon). Fungsi utama dari extrapyramidalis berhubungan dengan gerak yang berkaitan, pengaturan sikap dan integrasi otonom.(Chusid.1993)3) Stimulasi dari tractus pyramidalis dan extrapyramidalisSistem pyramidalis dan extrapyramidalis menurut John Chas pada tahun 1975, bekerja bersama – sama untuk memberikan pola gerakkan yang berupa gerak sinergis yang benar dan reaksi postural. Ada beberapa teori yang menjelaskan terjadinya gerakan volunter, yaitu (1) permulaan keinginan/ide untuk bergerak, (2) stimulasi dari motoneuron, (3) perubahan atau kotrol inhibisi dari antagonis, (4) aktifitas dari sinergis dan otot fiksator, (5) penyesuaian postur dan perubahan pola postur untuk membuat gerakan yang diinginkan.Pada pyramidalis berfungsi pada awal gerakan yang disusun dalam area centrocephal.Jika tractus ini bekerja sendirian tanpa bantuan dari
system extrapiramidalis, maka gerakan yang dihasilkan akan cenderung menjadi gerakan yang tidak beraturan. Dapat dikatakan bahwa tractus
pyramidalis akan membentuk suatu gerakan yang berarti, sedangkan tractus extrapyramidalis berpengaruh pada kumpulan motoneuron untuk
membuat gerakan yang diinginkan tanpa melibatkan aktifitas yang tidak diinginkan.
2. Vaskularisasi otak
Penelitian kebutuhan vital jaringan otak akan oksigen dapat dicerminkan dengan melakukan percobaan dengan menggunakan kucing, para peneliti menemukan lesi permanen yang berat didalam cortex kucing setelah sirkulasi darah otaknya dihentikan hampir selama 3 menit.Diperkirakan bahwa metabolisme otak menggunakan kira – kira 18% dari total konsumsi oksigen oleh tubuh.Pada manusia, dalam suatu saat mungkin otak mengandung kira – kira 7 ml total oksigen, yang dengan kecepatan pemakainan normal akan habis kira – kira 10 detik, oleh karena itu tidaklah mengherankan kalau masa hidup jaringan SSP yang menghadapi kekurangan oksigen cukup singkat (Chusid, 1993).Berat otak hanya 2,5 % dari berat badan seluruhnya namun otak merupakan organ yang paling banyak menerima darah dari jantung yaitu 20 % dari seluruh darah yang mengalir ke seluruh bagian tubuh (Lumantobing, 2001). Pengaliran darah ke otak dilakukan oleh dua pembuluh arteri utama yaitu sepasang arteri karotis interna yang mengalir sekitar 70% dari keseluruhan jumlah darah otak dan sepasang arteri vertebralis yang memberikan 30% sisanya. Arteri karotis bercabang menjadi arteri cerebri anterior dan arteri cerebri media yang memperdarai daerah depan hemisfer cerebri, pada bagian belakang otak dan di bagian otak dibalik lobus temporalis. Kedua bagian otak terakir ini memperoleh darah dari arteri cerebri posterior yang berasal dari arteri vertebralis (Chusid, 1993).Peredaran darah otak dipengaruhi oleh beberapa faktor : (1) Tekanan darah dikepala (perbedaan antara tekanan arterial dan venosa pada daerah setinggi otak), tekanan darah arteri yang penting dan menentukan rata –rata 70 mmHg, dan dibawah tekananan ini akan terjadi pengurangan sirkulasi darah yang serius (2) Resistensi cerebrovasculer: Resistensi aliran darah arteri melewati otak dipengaruhi oleh : (a)Tekanan liquor cerebrospinalis intracranial, peningkatan resistensi terhadap aliran darah terjadi sejajar dengan meningginya tekanan liquor cerebrospinalis, pada tekanan diatas 500 mm air, terjadi suatu restriksi sirkulasi yang ringan sampai berat (b)Viskositas darah : Sirkulasi dapat menurun lebih dari 50 % pada polycythemia, suatu peningkatan yang nyata didalam sirkulasi darah otak dapat terjadi pada anemia berat (c) Keadaan pembuluh darah cerebral, terutama arteriole : Pada keadaan patologis, blok ganglion stelata dapat mengalami kegagalan untuk mempengaruhi aliran darah otak (Chusid,1993)
3. Etiologi
Dilihat dari etiologi stroke dapat dibagi dalam golongan besar yaitu stroke haemoragik (perdarahan) dan stroke non haemoragik (infark ishkemia). Etiologi yang akan penulis bahas disini adalah stroke non haemoragik saja.
Stroke non haemoragik, sangat erat hubungannya dengan atherosclerosis. Kata atherosclerosis digunakan bagi sekelompok kelainan yang mengakibatkan menebalnya serta mengurangnya kelenturan (elasitis) dinding pembuluh darah arteri.
Terdapat 3 jenis atherosclerosis, yaitu:
(1) atherosclerosis (ditandai oleh pembentukan ateromata (plaque intima) fokal,
(2) sclerosis Monckeberg (ditandai oleh pengapuran pada tunika media pembuluh darah arteria);
(3) atherosclerosis dengan ditandai oleh proliferasi fibro – muscular atau penebalan endotel dinding arteri berukuran kecil dan arteriol . (Lumantobing 2003).
Manifestasi Klinis atherosclerosis bermacam – macam.Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme sebagai berikut :
(1) Lumen arteri menyempit dan menyebabkan berkurangnya aliran darah.
(2) Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi trombosis atau perdarahan pada ateroma.
(3) Merupakan tempat untuk terjadinya thrombus dan kemudian dapat melepaskan kepingan thrombus (embolus).
(4) menyebabkan dinding pembuluh menjadi lemah dan terjadi aneurisma yang kemudian dapat robek (Lumantobing, 2003).
Faktor yang mempengaruhi aliran darah diotak diantaranya :
(1) keadaan arteri, arteri dapat menyempit oleh proses atherosclerosis atau tersumbat oleh thrombus atau embolus
(2) keadaan darah, keadaan darah dapat mempengaruhi aliran darah dan suplai oksigen.Darah bertambah kental, penigkatan vikositas darah, peningkatan hematokrit (misalnya pada penyakit polisitemia) dapat melambatkan aliran darah.Pada anemia berat suplai oksigen dapat pula menurun.
(3) kelainan jantung, bila denyut jantung tidak teratur dan tidak efisien (misalnya pada fibrilasi, blok jantung) maka curahnya akan menurun dan mengakibatkan aliran darah diotak mengurang (iskemia).Jantung yang sakit dapat pula melepaskan embolus yang kemudian tersangkut dipembuluh darah/arteri otak dan mengakibatkan iskemia (Aliah, dkk.2000)
Berdasarkan jenis infark srtoke non haemoragik dapat dikelompokkan menjadi : (1) transient ischemik attack (TIA), serangan stroke sementara yang berlangsung kurang dari 24 jam. (2) reversible ischemic neurologic defisit (RIND) gejala neurologis akan menghilang antara lebih dari 24 jam sampai dengan 21 hari .(3) progresive stroke atau stroke in evolution; kelainan atau defisit neurologis berlangsung bertahap dari ringan sampai menjadi berat (4) completed stroke; kelainan neurologis sudah menetap, dan tidak berkembang lagi (Iskandar, 2002)Stroke iskemik berdasarkan penyebabnya menurut klasifikasi The National Institute of Neurological Disorders Stroke Part III (NINDS III),dibagi menjadi 4 golongan yaitu (1) Aterotrombotik; erat hubungannya dengan platelet, trombosis (2)cardioemboli (3) lakunar (4) penyebab lain yang menyebabkan hipotensi. (Iskandar, 2002).
Adapun faktor-faktor resiko lain yang menjadikan seseorang untuk mudah terserang stroke diantaranya :
a. Umur Lebih tua lebih mungkin untuk mengidap ‘stroke’.
b. Diabetes militus. Orang-orang yang diberi insulin, lebih banyak untuk mengidap ‘stroke’ dari pada mereka yang tidak mempergunakan insulin. Diabetes militus merupakan faktor resiko untuk stroke, namun tidak sekuat hipertensi bagi seseorang berusia 60 tahun dengan tekanan sistole 135 mmHg, probalitas (kemungkinan) untuk mendapat stroke iskhemic dalam jangka waktu 8 tahun adalah 8/1000. bila disamping itu ia menderita diabetes mellitus, probalitas meningkat menjadi 17/1000. Bila tekanan sistole 180 mmHg, probalitasnya ialah 30/1000, dengan diabetes militus probabilitasnya meningkat menjadi 59/1000 (dua kali lipat). (Lumbantobing, 2003)
c. Faktor Keturunan Orang-orang yang mempunyai faktor keturunan untuk mengembangkan ateroma (aterogenik).Dalam kelompok ini tergolong orang-orang dengan hiperlipidemia dan hiperurikasidemia. (Sidharta, 1999)
d. Kelainan jantung Baik orang muda maupun tua kedua-duanya mempuyai faktor resiko besar untuk mengidap ‘stroke’ bila mereka mempuyai penyakit jantung. Beberapa jenis kelainan jantung dapat meningkatkan kemungkinan mendapatkan stroke. Gagal jantung kongestif dan penyakit jantung koroner mempunyai peranan penting dalam terjadinya stroke. Penyakit jantung, baik miokardial (otot), maupun yang valvular(katup), meningkatkan resiko terhadap stroke. Pembesaran serambi, pembesara bilik kiri, kelainan elektrokardiogram (EKG), semua ini mempertinggi risiko mendapatakan stroke. Risiko mendapatkan stroke menjadi 3 kali lebih besar pada mereka dengan kelainan gelombang R (pada EKG) dan 2 kali lebih besar dengan kelainan gelombang ST-T, dibanding mereka tanpa kelainan tersebut. Penderita dengan kelainan serambi mempunyai risiko untuk stroke 8,5 kali lebih besar ketimbang mereka tanpa kelainan fibrilasi serambi.(Lumbantobing, 2003)
e. Merokok
Efek merokok terhadap ‘stroke’ tidak begitu nyata dibanding terhadap ‘coronary heart disease’.
f. Obat pencegah kehamilan Obat anti hamil merupakan faktor resiko bagi wanita.(Sidharta, 1999).
2. Patologi
Secara patologi suatu infark dapat dibagi dalam : (1) trombosis serebri (2) emboli serebri (3) artheritis sebagai akibat dari lues/arteritis temporalis.Iskemik otak adalah kelainan gangguan suplai darah ke otak yang membahayakan fungsi saraf tanpa memberi perubahan yang menetap.Infark pada otak timbul karena iskemia otak yang lama dan parah dengan perubahan fungsi dan struktur otak yang ireversible.Gangguan aliran darah otak akan timbul perbedaan daerah jaringan otak: (1) pada daerah yang mengalami hipoksia akan timbul edema sel otak dan bila berlangsung lebih lama, kemungkinan besar akan terjadi infark.(2) daerah sekitar infark timbul daerah penumbra iskemik dimana sel masih hidup tetapi tidak berfungsi.(3) daerah diluar penumbra akan timbul edema lokal atau hiperemis berarti sel masih hidup dn berfungsi.Orang normal mempunyai suatu sistem autoregulasi arteri serebral. Bila tekanan darah sistemik meningkat, pembuluh serebral menjadi vasospasme (vasokonstriksi).Sebaliknya, bila tekanan darah sistemik menurun, pembuluh serebral akan menjadi vasodilatasi. Dengan demikian, aliran darah ke otak tetap konstan. Walaupun terjadi penurunan tekanan darah sistemik sampai 50 mmHg, autoregulasi arteri serebral masih mampu memelihara aliran darah ke otak tetap normal. Batas atas tekanan darah sistemik yang masih dapat ditanggulangi oleh autoregulasi ialah 200 mmHg untuk tekanan sistolik dan 110-120 mmHg untuk tekanan diastolik. Ketika tekanan darah sistemik meningkat, pembuluh serebral akan berkonstriksi. Derajat konstriksi tergantung pada peningkatan tekanan darah. Bila tekanan darah meningkat cukup tinggi selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun, akan menyebabkan hialinisasi pada lapisan otot pembuluh serebral. Akibatnya, diameter lumen pembuluh darah tersebut akan menjadi tetap. Hal ini berbahaya karena pembuluh serebral tidak dapat berdilatasi atau berkonstriksi dengan leluasa untuk mengatasi fluktuasi dari tekanan darah sistemik. Bila terjadi penurunan tekanan darah sistemik maka tekanan perfusi ke jaringan otak tidak adekuat. Hal ini akan mengakibatkan iskemik serebral. Sebaliknya, bila terjadi kenaikan tekanan darah sistemik maka tekanan perfusi pada dinding kapiler menjadi tinggi. Akibatnya, terjadi hiperemia, edema, dan kemungkinan perdarahan pada otak (Hariyono, 2003 ).
3. Tanda dan gejala klinis
Gejala neuorologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah diotak bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokalisasinya.Gejala utama stroke iskemik akibat trombosis serebri adalah timbulnya deficit neurologic secara mendadak/sub, didahului gejala prodormal, terjadi pada waktu istirahat atau bangun pagi dan kesadaran biasanya tidak menurun.Komplikasi cacat akibat stroke berdasarkan gangguan neurology fokal otak dapat berupa: (1) gangguan motoris: kelemahan atau kelumpuhan separo anggota gerak, kekakuan pada satu extremitas atau separo tubuh, mulut dan atau bibir mencong, lidah mencong, pelo, melihat dobel (diplopi), kelopak mata sulit di buka (ptosis), gerakan tak terkendali (chorea / atetosis), kejang–kejang (seizer), tersedak (aspirasi), tidak keluar suara (disfoni/afoni)(2) gangguan sensoris: gangguan perasaan (deficit sensoris), kesemutan (parestesi), rasa tebal – tebal (hipertesi), tidak bisa membedakan rabaan (anestesi), pendengaran terganggu (tinnitus/deafness), penglihatan terganggu (gangguan visus) (3) gangguan bicara: sulit berbahasa (disfasia), tidak bisa bicara (afasia motorik), tidak bisa memahami bicara orang (afasia sensorik), tidak dapat mengerti apa yang dilihat (visual agnosia), tidak dapat menulis (agrafia), kepandaian mundur (predemensia), tidak dapat berhitung (acalculia), pelupa (demensia) (5) gangguan psikiatris : mudah menangis (force crying), mudah tertawa (force laughing), depresi, bingung, gangguan otonom, keringat, seksual, sindroma menggerutu (7) gangguan kongnitif : yaitu pasien mengalami kesulitan untuk mengorganisasikan informasi secara efisien dan terarah, dan juga paisen mengalami kesulitan dalam mengingat perintah yang diberikan kepadanya (Soetedjo, 2004).
4. Komplikasi
Dari sudut pandang fisioterapi, komplikasi yang akan muncul bila kondisi stroke ini tidak ditangani dengan baik adalah sebagai berikut : (1) penurunan LGS, hal ini bisa disebabkan oleh ketidakaktifan, kelumpuhan, posisi yang tidak baik, serta mobilisasi yang kurang memadai khususnya pada stadium flaccid. (2) subluksasi sendi bahu, terjadi karena kelayuhan otot rotator sendi bahu pada kondisi flaccid dapat menimbulkan nyeri, oedema, penguluran kapsul sendi (3) kontraktur hal ini terjadi karena program latihan terlambat dan atau tidak teratur, adanya spastisitas yang berat, oedema tangan (4) shoulder hand syndrome hal ini bisa terjadi adanya posisi yang tidak benar, tidak ada penyanggaan pada waktu duduk atau berdiri, kurangnya latihan LGS secara efektif (5) efek tirah baring lama hal ini bisa disebabkan karena posisi tidur yang kurang tepat, tidak adanya mobilisasi dini.
5. Prognosis
Prognosis jangka panjang suatu deficit neurologic pada stadium recovery mempunyai prognosis yang cukup baik. Tetapi hal ini sangat tergantung dari usaha rehabilitasi pada pasien. Pada umumnya, penyembuhan pada penderita stroke tidak dapat terjadi secara sempurna, melainkan cacat sisa. Meskipun demikian dengan usaha-usaha rehabilitasi yang dimulai sedini mungkin dan secara intensif pada fase akut dapat mengembangkan penderita pada aktifitas sehari-hari. Sekitar 30%-40% penderita stroke dapat disembuhkan secara sempurna bila ditangani dalam jangka waktu 6 jam atau kurang dari itu, agar pasien tidak menglami kecacatan, tapi sebagian penderita serangan stroke baru datang ke rumah sakit setelah 48 jam terjadinya serangan (Sutarto, 2003) .Dilihat dari tingkat kesadaran akibat stroke haemoragik : (1) sadar 16 % meninggal (2) somnolen 39 % mati (3) yang stupor 71 %(4) koma, maka 100 % meninggal (Aliah, dkk 2000). Dilihat dari jenis kelamin dan usia, laki – laki lebih banyak 61% yang meninggal dari perempuan 41 % dan usia 70 tahun atau lebih angka kematian meningkat tajam.(Aliah, dkk 2000).Di lihat dari prognosis fungsional stroke (1) 75 % mampu merawat diri secara mandiri dengan bantuan minimal (2) 75 % mampu melakukan ambulasi baik dengan atau tanpa alat bantu secara mandiri (3) hampir semuanya mengendalikan BAB dan BAK (4) hanya 10 % mengalami disabilitas/”bed ridden”(Indriastuti, 2004).Dilihat dari status keluaran rumah sakit menurut Misbach pada tahun 1990 yang dikutip oleh Soetedjo pada tahun 2003 (1). Hidup membaik : 59,9% (2) Mati : 23,3% (3) Hidup tak membaik : 1,6 % (4) Hidup Memburuk : 4,3 % (5) Hidup status tidak tercatat : 5,1 % (6) Tidak diketahui : 9,7 %.
6. Diagnosis banding
Berdasarkan gejala – gejala yang ada maka diagnosis banding adalah perbedaan antara stroke non hemoragik sebab trombosis atau emboli, stroke hemoragik dan tumor pada otak. Hal ini bisa dibedakan dari onset/awitannya, pada stroke yang non hemoragik awal mula terjadi kelumpuhan biasanya saat istirahat / pasien tidak melakukan aktifitas, nyeri kepala sifatnya ringan atau sangat ringan, tidak ditemukan adanya kejang atau muntah saat serangan terjadi serta penurunan kesadarannya bersifat ringan atau sangat ringan sedangkan pada stroke yang disebabkan pendarahan terjadi saat penderita beraktifitas, pasien mengalami nyeri kepala yang hebat, adanya kejang atau muntah saat serangan terjadi, penurunan kesadarannya bersifat sangat nyata, penderita biasanya hipertensi dengan tiba – tiba terjatuh karena terserang kelumpuhan tubuh sesisi secara serentak, biasanya adanya emosi (marah – marah) yang mendahului sebelum serangan.Pada tumor otak dengan gejala defisit neurologi sangat lambat bahkan sampai berbulan – bulan, pasien mengalami nyeri kepala yang hebat pada saat beraktifitas yang menyebabkan peninggian liquor cerebrospinalis intracranial, seperti membungkuk, mengejan, atau excercaise dan nyeri kepala menurun apabila tidak beraktifitas, keadaan mudah lesu, gangguan daya ingat dan penurunan kesadaran.
Tentunya pemeriksaan dengan CT-scan akan lebih mudah diketahui adakah infark pada otak, adanya trombosis, emboli maupun tumor, disamping itu pemeriksaan sekunder lain, seperti pemeriksaan laboratorium juga mendukung.
B. Deskripsi Problematika Fisioterapi
Disini masalah yang dibahas adalah problematik pada hemiparese akibat stroke non hemorhagik pada stadium flaccid ditemukan adanya gangguan – gangguan berupa (1) Imparment atau gangguan setingkat jaringan yaitu adanya gangguan fungsi paru akibat tirah baring yang lama, berupa penurunan kapasitas vital, penurunan ventilasi volunter maksimal, perubahan regional dalam ventilasi/perfusi, gangguan mekanisme batuk, penurunan ekspansi thorak, hipostatik pneumonia, pada stadium akut ditandai dengan pasien mengalami lumpuh separo anggota tubuhnya oleh karena adanya gangguan tonus berupa penurunan tonus otot/flaccid maupun reflek tendo, potensial terjadi oedem pada ekstremitas sisi sakit, dekubitus, dan kontraktur, adanya gangguan pola gerak atau kontrol motorik, gangguan koordinasi gerakan (2) Funtional limitation gangguan aktifitas fungsional yaitu menurunnya kemampuan untuk menggerakkan anggota tubuh misalnya tangan dan tungkai untuk aktifitas fungsionalnya misalnya aktifitas tangan untuk makan, minum, menyisir rambut, gosok gigi, mengambil sesuatu akan terganggu, sedangkan aktifitas tungkai misalnya jongkok berdiri dalam buang air besar, gerakan menendang, dan termasuk gangguan transfer dan ambulasi (3) Disability yaitu ketidakmampuan dalam hal melakukan aktifitas yang bersifat sosial kemasyarakatan misalnya pergi bekerja bakti, pergi dengan berjalan ke pengajian di masjid, pergi main kerumah tetangga dekat, pergi bekerja ke kantor dan sampai pada tingkat kecacatan.
C. Teknologi Intervensi Fisioterapi
Pada sub bab ini penuls akan membahas teknologi fisioterapi yang berhubungan dengan masalah yang dibahas, teori – teori pendukung terhadap aplikasi teknologi fisioterapi dan efek fisiologis teknologi fisioterapi pada hemiparese dextra oleh karena stroke non haemorhagik. Terapi pada masing – masing fase tidak terpisah melainkan merupakan suatu kesatuan, terapi fase flaccid merupakan persiapan terapi pada fase spastik.
Modalitas Fisioterapi yang digunakan untuk menangani kondisi stroke stadium akut atau flaccid ini, bertujuan untuk;
(1) mencegah komplikasi pada fungsi paru akibat tirah baring yang lama.
(2) menghambat spastisitas, pola sinergis ketika ada peningkatan tonus.
(3) mengurangi oedem pada anggota gerak atas dan bawah sisi sakit .
(4) merangsang timbulnya tonus kearah normal, pola gerak dan koordinasi gerak.
(5) meningkatkan kemampuan aktifitas fungsional. Pelaksanaan terapi dilakukan pada ruang ICU dan bangsal rawat inap.
Adapun teknik yang digunakan oleh penulis disini diantaranya :
1). Passive breathing excercise
Karena sudah satu minggu pasien mengalami serangan stroke.Dan saat ini sebagian besar waktunya digunakan untuk tiduran oleh pasien. Istirahat yang cukup lama dibed dan inaktifitas akan menurunkan metabolisme secara umum .Hal ini mengakibatkan penurunan kapasitas fungsional pada sistim tubuh yang komplek, dengan manifestasi klinis berupa sindrom imobilisasi (Saleem dan Vallbona).
Pada pasien yang menderita defisit neurologis efek imobilisasi berakibat pada penurunan kapasitas fungsional. Hal ini menyebabkan membutuhkan waktu yang lama untuk mengembalikan potensi fungsi maksimal yang dimiliki pasien. Manifestasi klinik sindrom imobilisasi salah satunya pada sistem respirasi yang berupa :
(a) penurunan kapasitas vital
(b) penurunan ventilasi volunter maksimal
(c) perubahan regional dalam ventilasi/perfusi
(d) gangguan mekanisme batuk.
2). Positioning
Setiap posisi atau gerak dari pasien harus selalu berada dalam lingkup pola penyembuhan atau berlawanan dengan pola spastisitas yang timbul kemudian, posisi dan latihan gerak dalam pola penyembuhan harus sejak dini dilaksanakan.Pengaturan posisi yang benar dengan posisi anatomis, ini bermanfaat untuk menghambat pola sinergis dan spastisitas ketika adanya peningkatan tonus. Posisi tidur terlentang, posisi bahu dan lengan diletakkan diatas bantal sehingga bahu sedikit terdorong ke depan (protaksi) karena pada paisen stroke cenderung untuk terjadi retraksi bahu.Posisi bantal diletakkan dibawah tungkai bawah dengan maksud agar panggul tidak jatuh kebelakang dan tungkai tidak eksternal rotasi. Posisi miring kesisi sehat berfungsi agar tidak terjadi dekubitus dan untuk mencegah komplikasi fungsi paru akibat tirah baring yang lama karena karena sangkar thorak terfiksir dalam posisi ekspirasi, dengan posisi bahu protaksi dan lengan lurus didepan bantal.Posisi miring kesisi sakit, dengan posisi bahu terdorong kedepan dan tidak tertindih akan memberikan rasa berat badan pada sisi lumpuh.Pengaturan posisi elevasi pada ekstremitas bawah dan ekstremitas atas berguna untuk menurunkan oedem dengan menganut prinsip gravitasi dengan postural drainage lewat pembuluh darah dan limfe.Pengaturan posisi furniture pasien disisi lumpuh dengan tujuan (1) rotasi kepala yang diikuti mata paisen secara otomatis kearah benda yang terletak dimeja menimbulkan suatu kebiasaan untuk meluruskan lengan yang sakit dalam pola penyembuhan (2) berat badan bergeser kerah sisi tubuh terutama sendi panggul, merangsang kesadaran akan sisi yang paralisis (3) gerakan memutar bahu terhadap panggul merupakan gerakan penting dalam mencegah spastisitas.
3). Stimulasi taktil terhadap kulit, otot, persendian dengan tehnik – tehnik: tapping, swiping, aproksimasi.
Stimulasi taktil pada prinsipnya harus menimbulkan kontraksi otot, sehingga akan merangsang golgi tendon dan muscle spindle.Impuls yang berasal dari gelondong otot dan organ tendon dikirim oleh serat konduksi yang paling kaya bermyelin yaitu serat Ia.Impuls propioseptif lain yang berasal dari reseptor fasia, sendi dan jaringan ikat yang lebih dalam, berjalan dalam serat yang kurang bermyelin.Ketukan, swiping, tapping dan aproksimasi akan merangsang propioseptor pada kulit dan persendian, gelondong otot akan bereaksi dengan dikirimnya impuls ke motoneuron anterior, perangsangan neuron ini menyebabkan peningkatan kontraksi secara singkat.
Rangsangan pada muscle spindle dan golgi tendon akan diinformasikan melalui afferen ke susunan saraf pusat sehingga akan mengkontribusikan fasiltas dan inhibisi (gracanin).Rangsangan taktil yang diulang-ulang akan memberikan informasi ke “supraspinal mechanisme” sehingga terjadi pola gerak yang terintegrai dan menjadi gerakan-gerakan pola fungsional.
Stimulasi taktil melalui saraf motoris perifer melatih fungsi tangan “graps” dan “release” serta dapat memberikan fasilitasi pada otot yang lemah dalam melakukan gerakan .
4). Latihan gerak pasif dengan pola gerak propioceptive neuromusculer fasilitation dengan tehnik rhytmical initiation .
PNF adalah kependekan dari propioceptive Neuromuscular Fasilitation. Dimana maksud dari fasilitasi disini adalah membuat lebih mudah.Dengan demikian kita bisa memberikan tindakan dengan efisien dengan selalu memperhatikan ketepatan dan fungsi gerakan yang dilakukan pasien.Propiceptieve, dengan metode PNF maka akan semakin diperkuat dan diintensifkan rangsangan – rangsangan spesifik melalui receptor yaitu panca indra dan atau propioceptor.Neuromusculair, juga untuk meningkatkan respons dari sistem neouromusculair.
Filosofi dari PNF adalah menangani atau mengobati pasien secara total dengan tujuan mencapai fungsi-fungsi yang optimal dari pasien.PNF berlatar belakang atas konsep sebagai berikut : bahwa kehidupan (dalam arti sempit) adalah sederetan reaksi atas sederetan rangsangan – rangsangan yang diterimanya.Manusia dengan cara demikian akan dapat mencapai bermacam – macam kemampuan motorik.Bila ada gangguan terhadap mekanisme neuromusculair, berarti seseorang tidak dalam kondisi untuk siap bereaksi terhadap rangsangan -rangsangan yang datang sehingga dia tidak mampu untuk bereaksi kearah yang tepat seperti yang dikehendaki.Metode PNF berusaha memberikan rangsangan – rangsangan yang sesuai dengan reaksi yang dikehendaki, yang pada akhirnya akan dicapai kemampuan atau gerakan yang terkoordinasi.Lewat rangsangan – rangsangan tadi fisioterapis berusaha untuk mengaktifkan lagi mekanisme yang latent dan cadangan –cadangannya dengan tujuan utama untuk meningkatkan kemampuan fungsional.Metode PNF menganut prinsip – prinsip (1) Ilmu proses tumbuh kembang, perkembangan motoris berkembang dari cranial ke caudal dan dari proksimal ke distal.Gerakan terkoordinasi pada orang dewasa berlangsung dari distal ke proksimal.Gerakan selalu sebelumnya didahului dengan kontrol sikap (stabilisasi), dimana stabilisasi akan menentukan kualitas dari gerakan (2) Prinsip Neurofisiologis, Overflow principe; motoris impuls dapat diperkuat oleh motoris impuls yang lain dari group otot yang lebih kuat yang dalam waktu bersamaan berkontraksi, dimana otot –otot tersebut kira – kira mempunyai fungsi yang sama (otot – otot synergis).overflow principe akan menimbulkan apa yang disebut irradiatie atau summatie.Rangsangan saraf motoris mempunyai ambang rangsang tertentu (semua atau tidak sama sekali).(3) Prinsip ilmu gerak, latihan – latihan isometris ditujukan untuk memperbaiki sikap sedangkan latihan isotonis ditujukan untuk memperbaiki gerakan.Gerakan tunggal murni tidak ada dalam kehidupan, otak hanya mengenal aktifitas otot secara group bukan gerakan individual,setiap gerakan terjadi dalam arah tiga dimensi.gerakan akan semakin kuat bila terjadi bersama – sama dengnan gerakan total yang lain.Dengan dasar – dasar tersebut, metode PNF menyusun latihan – latihan dalam gerakan – gerakan yang selalu melibatkan lebih dari satu sendi dan mempunyai 3 komponen gerakan.Latihan akan lebih cepat berhasil apabila pasien secara penuh mampu melakukan suatu gerakan dari pada bila hanya melakukan sebagian saja.Hindarkan faktor – faktor yang menghambat latihan misal latihan seharusnya tanpa menimbulkan rasa sakit, pengulangan – pengulangan yang banyak dan bervariasi, sikap posisi awal akan memberikan hasil yang lebih baik, aktifitas yang lama penting untuk meningkatkan kekuatan, koordinasi, kondisi dari sistem neuromusculair.Tehnik – tehnik PNF adalah alat fasilitasi yang dipilih dengan maksud yang spesifik, tehnik – tehnik tersebut mempunyai maksud (1) mengajarkan pola gerak, menambah kekuatan otot (3) relaksasi (4) memperbaiki koordinasi (5) memperbaiki gerak (6) mengajarkan kembali gerakan (7) menambah stabilisasi.
5) Mobilisasi dini dengan latihan secara pasif dan aktif.
Pemulihan motorik ialah kembalinya fungsi motorik yang disebabkan oleh pemulihan sistem saraf pada daerah otak yang terkena.Pemulihan motorik sangat bervariasi, banyak diantara mereka yang mengalami pemulihan lengkap (recovery completely) namun tidak sedikit pula yang harus berlatih keras guna memperoleh kembali kemampuan fungsionalnya atau bahkan banyak diantaranya harus menjalani kehidupannya dengan beberapa disabilitas.
Pemulihan motorik terjadi melalui dua mekanisme utama yaitu
(1) resolusi dari faktor – faktor lokal yang merusak dan ini biasanya merupakan pemulihan spontan yang umumnya berlangsung antara 3 sampai dengan 6 bulan. Bahkan proses ini bisa hanya dalam beberapa hari sampai beberapa minggu, proses ini meliputi pengurangan oedem lokal, perbaikan sirkulasi darah lokal dan penyerapan jaringan yang rusak
(2) Neuroplastisitas yang terjadi pada stadium lanjut, penderita stroke mempunyai hubungan bermakna terhadap reorganisasi yang disebut “Neural Plasticity” dalam proses perbaikan sistem sarafnya. penyembuhan saraf penderita stroke harus ditangani secara menyeluruh sejak fase awal hingga fase penyembuhan salah satu pendekatannya adalah pendekatan fisik (physical therapy). ( Purbo kuntono, 1997)
Proses perbaikan pada penderita stroke, pada fase awal perbaikan fungsional neurologi berupa perbaikan lesi primer oleh penyerapan kembali oedema di otak dan membaiknya sistem vaskularisasi.Dalam beberapa waktu kemudian berlanjut ke perbaikan fungsi aksonal atau aktivasi sinaps yang tidak efektif.Pada penderita stroke, perbaikan fungsi neuron berlangsung kurang lebih dalam waktu satu tahun. Prediksi perbaikan ini sangat tergantung dari luasnya defisit neurologi awal, perkembangan lesi, ukuran dan topis kelainan di otak, serta keadaan sebelumnya. Keadaan ini juga dipengaruhi oleh usia nutrisi dan tindakan terapi (fisioterapi) yang juga merupakan faktor yang menentukan dalam proses perbaikan.Kemampuan otak untuk memodifikasi dan mereorganisasi fungsi dari fungsi yang mengalami cendera\kerusakan disebut “neural plastisity”
Otak mempunyai kemampuan untuk beradaptasi, memperbaiki, mengatasi perubahan lingkungan nya (bahaya-bahaya) melalui penyatuan neuronal kembali yang dikelompokan menjadi :
(1) Sprouting ( Collateral Sprouting ) merupakan respon neuron daerah yang tidak mengalami cendera dari sel-sel yang utuh ke daerah yang debervasi setelah ada cendera.Perhatikan fungsi SSP dapat berlangsung beberapa bulan atau tahun setelah cendera dan dapat terjadi secara luas di otak pada daerah setal nukleus, hipokampus, dan sistem saraf tepi.
(2) Unmasking, dalam keadaan normal, banyak akson dan sinaps yang tidak aktif. Apabila “ Jalur Utama” mengalami kerusakan maka fungsinya akan diambil oleh akson menurut wall dan kabath, jalur sinapsis mempunyai mekanisme homestatik, dimana penurunan masukan akan menyebabkan naiknya eksitabilitas sinapsnya .
(3)Diachisia (Dissipation of diachisia) keadaan dimana terdapat hilangnya kesinambungan fungsi atau adanya hambatan fungsi dari traktus-traktus sentral di otak (Purbo kuntono, 1997 yang dikutip dari Meryl Roth Gesch M, 1992) .
Maka perbaikan fungsi pada penderita post stroke dapat dilakukan melalui dua cara : (1) Latihan gerak atau mobilisasi dini untuk mempengaruhi fasilitas dan mendidik kembali fungsi otot terhadap sisi anggota yang lesi (2) Latihan untuk mempengaruhi gerak kompensasi sebagai pengganti daerah yang akan lesi.
Pada fase penyembuhan ini latihan sangat berpengaruh dalam derajat maupun kecepatan perbaikan fungsi.Mobilisasi dengan latihan pasif dan latihan aktif sedini mungkin yang dilakukan serta berulang-ulang akan menjadi gerak yang terkontrol atau terkendali.