Penatalaksanaan fisioterapi pada stroke kondisi akut

1. Anatomi Fungsional
a. Kortek Cerebri
Kortek cerebri yang mengatur fungsi motoris terletak pada sulcus presentralis.Sulcus presentralis berjalan ke anterior sejajar dengan sulkus sentralis.Sulkus presentralis terbagi lagi menjadi sulkus presentralis superior dan sulkus inferior.Sulkus frontalis superor dan inferior berasal dari sulkus presentralis menuju kearah depan dan bawah serta membagi permukaan lateral lobus frontalis menjadi tiga gyrus yang sejajar yaitu : gyrus frontalis superior, medius, dan inferior.Pada lobus frontalis terdapat area motorik untuk gerakan volunteer ,area ini terbagi lagi yaitu baca selengkapnya…. untuk kaki, ankle, lutut, pinggul, badan, siku,wrist, angan, leher, muka, lidah , lariynx, yang bekerja dari atas kebawah.Area – area ini berhubungan dengan motor cranial dan AHC, secara menyilang kesamping yang berlawanan didaerah kortiko spinal track.Lobus parietalis terdapat area sensorik, sensasi kinestetik terjadi akibat adanya impuls yang ditimbulkan oleh perangsangan propioseptor diotot, tendon, dan sendi secara tidak disadari namun sampai saraf pusat, bila mana ada kerusakan maka rehabilitasinya sangat sulit.Lobus oksipitalis disini terdapat area penglihatan, informasi yang diterima mata tidak akan diproses diotak bila area ini mengalami  kerusakan. Kerusakan pada area ini akan berakibat berkurangnya pendengaran atau hilang sama sekali.Berkaitan dengan gangguan motorik pada stroke maka penulis menambahkan bagian kortek cerebri yang dapat dipergunakan sebagai dasar referensi bagi lokalisasi proses fisiologis dan patologis dengan memakai angka – angka yang dibuat oleh Broadman dengan memberikan label – label pada masing – masing daerah yang dianggap berbeda dalam kortek cerebri.Pada lobus frontalis daerah tersebut telah terbagi menjadi beberapa area diantaranya area 4 terletak pada gyrus presentralis dan lobus precentralis merupakan daerah motorik yang utama.Area 6 terletak pada gyrus frontalis superior dan medial merupakan bagian sirkuit ekstrapiramidal dan premotor.Area 8 terletak pada gyrus frontalis superior dan medial berhubungan dengan pergerakan mata dan perubahan pupil.Area 9, 10, 11, 12 daerah asosiasi frontalis.
b.Traktus pyramidalis dan exstrapyramidalis         
Di dalam perjalanannya implus motorik dibagi menjadi dua bagian, yaitu  upper motor neuron yang menghantarkan implus dari pusat motorik di cortex cerebri sampai batas synapsis cornu anterior medulla spinalis dan lower  motor neuron yang menghantarkan implus dari cornu anterior medulla spinalis sampai ke otot.Dalam pembahasan upper motor neuron ini akan penulis singgung tentang tractus pyramidalis, tractus extrapyramidalis serta stimulasi tractus pyramidalis dan tractus extrapyramidalis.1)       Tractus pyramidalis Adalah serabut – serabut saraf motoris central yang tergabung dalam suatu berkas yang berfungsi menjalarkan implus motorik yang disadari.Tractus ini membentuk pyramidal pada mendulla oblongata dan  karena itu dinamakan system pyramidal turun dari kapsula interna daeri cortex cerebri. Kira –kira 80 % serabut – serabut ini menyilang garis tengah dalam decussatio pyramidium untuk membentuk tractus corticospinalis lateralis, sisanya turun sebagai tractus corticospinalis anterior.2)       Tractus extrapyramidalis  Sistem tractus extrapyramidalis dapat dianggap suatu system fungsional dengan tiga lapisan integrasi, yaitu cortical, striatal (basal ganglia) dan tegmental (mesensephalon). Fungsi utama dari extrapyramidalis berhubungan dengan gerak yang berkaitan, pengaturan sikap dan integrasi otonom.(Chusid.1993)3)       Stimulasi dari  tractus pyramidalis dan  extrapyramidalisSistem pyramidalis dan  extrapyramidalis menurut John Chas pada tahun 1975,   bekerja bersama – sama untuk memberikan pola gerakkan yang berupa gerak sinergis yang benar dan reaksi postural. Ada beberapa teori yang menjelaskan terjadinya gerakan volunter, yaitu (1) permulaan keinginan/ide untuk bergerak, (2) stimulasi dari motoneuron, (3) perubahan atau kotrol inhibisi dari antagonis, (4) aktifitas dari sinergis dan otot fiksator, (5) penyesuaian postur dan perubahan pola postur untuk membuat  gerakan yang diinginkan.Pada pyramidalis berfungsi pada awal gerakan yang disusun dalam area centrocephal.Jika tractus ini bekerja sendirian tanpa bantuan dari
 system extrapiramidalis, maka gerakan yang dihasilkan akan cenderung menjadi gerakan yang tidak beraturan. Dapat dikatakan bahwa tractus
 pyramidalis akan membentuk suatu gerakan yang berarti, sedangkan tractus extrapyramidalis berpengaruh pada kumpulan motoneuron untuk
 membuat gerakan yang diinginkan tanpa melibatkan aktifitas yang tidak diinginkan.
2.      Vaskularisasi  otak     
Penelitian kebutuhan vital jaringan otak akan oksigen dapat dicerminkan dengan melakukan percobaan dengan menggunakan kucing, para peneliti menemukan lesi permanen yang berat didalam cortex kucing setelah sirkulasi darah otaknya dihentikan hampir selama 3 menit.Diperkirakan bahwa metabolisme otak menggunakan kira – kira 18% dari total konsumsi oksigen oleh tubuh.Pada manusia, dalam suatu saat mungkin otak mengandung kira – kira 7 ml total oksigen, yang dengan kecepatan pemakainan normal akan habis kira – kira 10 detik, oleh karena itu tidaklah mengherankan kalau masa hidup jaringan SSP yang menghadapi kekurangan oksigen cukup singkat (Chusid, 1993).Berat otak hanya 2,5 % dari berat badan seluruhnya namun otak merupakan organ yang paling banyak menerima darah dari jantung yaitu   20 % dari seluruh darah yang mengalir ke seluruh bagian tubuh (Lumantobing, 2001).  Pengaliran darah ke otak dilakukan oleh dua pembuluh arteri utama yaitu sepasang arteri karotis interna yang mengalir sekitar 70% dari keseluruhan jumlah darah otak dan sepasang arteri vertebralis yang memberikan 30% sisanya. Arteri karotis bercabang menjadi arteri cerebri anterior dan arteri cerebri media yang memperdarai daerah depan hemisfer cerebri, pada bagian belakang otak dan di bagian otak dibalik lobus temporalis. Kedua bagian otak terakir ini memperoleh darah dari arteri cerebri posterior yang berasal dari arteri vertebralis (Chusid, 1993).Peredaran darah otak dipengaruhi oleh beberapa faktor : (1) Tekanan darah dikepala (perbedaan antara tekanan arterial dan venosa pada daerah setinggi otak), tekanan darah arteri yang penting dan menentukan rata –rata 70 mmHg, dan dibawah tekananan ini akan terjadi pengurangan sirkulasi darah yang serius (2) Resistensi cerebrovasculer: Resistensi aliran darah arteri melewati otak dipengaruhi oleh : (a)Tekanan liquor cerebrospinalis intracranial, peningkatan resistensi terhadap aliran darah terjadi sejajar dengan meningginya tekanan liquor cerebrospinalis, pada tekanan diatas 500 mm air, terjadi suatu restriksi sirkulasi yang ringan sampai berat (b)Viskositas darah : Sirkulasi dapat menurun lebih dari 50 % pada polycythemia, suatu peningkatan yang nyata didalam sirkulasi darah otak dapat terjadi pada anemia berat (c) Keadaan pembuluh darah cerebral, terutama arteriole : Pada keadaan patologis, blok ganglion stelata dapat mengalami kegagalan untuk mempengaruhi aliran darah otak (Chusid,1993)
   3.      Etiologi 
           Dilihat dari etiologi stroke dapat dibagi dalam golongan besar yaitu  stroke haemoragik (perdarahan) dan stroke non haemoragik (infark ishkemia). Etiologi yang akan penulis bahas disini adalah stroke non haemoragik saja.
Stroke non haemoragik, sangat erat hubungannya dengan atherosclerosis. Kata atherosclerosis digunakan bagi sekelompok kelainan yang mengakibatkan menebalnya serta mengurangnya kelenturan (elasitis) dinding pembuluh darah arteri.
Terdapat 3 jenis atherosclerosis, yaitu:
(1) atherosclerosis (ditandai oleh pembentukan ateromata (plaque intima) fokal,
(2) sclerosis Monckeberg (ditandai oleh pengapuran pada tunika media pembuluh darah arteria);
(3) atherosclerosis dengan ditandai oleh proliferasi fibro – muscular atau penebalan endotel dinding arteri berukuran kecil dan arteriol  .   (Lumantobing 2003).

Manifestasi Klinis atherosclerosis bermacam – macam.Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme sebagai berikut :
(1) Lumen arteri menyempit dan menyebabkan berkurangnya aliran darah. 
(2) Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi trombosis atau perdarahan pada ateroma.
(3) Merupakan tempat untuk terjadinya thrombus dan kemudian dapat melepaskan kepingan thrombus (embolus).
(4) menyebabkan dinding pembuluh menjadi lemah dan terjadi aneurisma yang kemudian dapat robek (Lumantobing, 2003).
Faktor yang mempengaruhi aliran darah diotak diantaranya :
(1) keadaan arteri, arteri dapat menyempit oleh proses atherosclerosis atau tersumbat oleh thrombus atau embolus
(2) keadaan darah, keadaan darah dapat mempengaruhi aliran darah dan suplai oksigen.Darah bertambah kental, penigkatan vikositas darah, peningkatan hematokrit (misalnya pada penyakit polisitemia) dapat melambatkan aliran darah.Pada anemia berat suplai oksigen dapat pula menurun.
(3) kelainan jantung,  bila denyut jantung tidak teratur dan tidak efisien (misalnya pada fibrilasi, blok jantung) maka curahnya akan menurun dan mengakibatkan aliran darah diotak mengurang (iskemia).Jantung yang sakit dapat pula melepaskan embolus yang kemudian tersangkut dipembuluh darah/arteri otak dan mengakibatkan iskemia (Aliah, dkk.2000)             
Berdasarkan jenis infark srtoke non haemoragik dapat dikelompokkan menjadi : (1) transient ischemik attack (TIA), serangan stroke sementara yang berlangsung kurang dari 24 jam. (2) reversible ischemic neurologic defisit (RIND) gejala neurologis akan menghilang antara lebih dari 24 jam sampai dengan 21 hari .(3) progresive stroke atau stroke  in evolution; kelainan atau defisit neurologis berlangsung bertahap dari ringan sampai menjadi berat (4) completed stroke; kelainan neurologis sudah menetap, dan tidak berkembang lagi (Iskandar, 2002)Stroke iskemik berdasarkan penyebabnya menurut klasifikasi The National Institute of Neurological Disorders Stroke Part III (NINDS III),dibagi menjadi 4 golongan yaitu (1) Aterotrombotik; erat hubungannya dengan platelet, trombosis (2)cardioemboli (3) lakunar (4) penyebab lain yang menyebabkan hipotensi. (Iskandar, 2002).
               Adapun faktor-faktor resiko lain yang  menjadikan seseorang untuk mudah terserang stroke diantaranya :
a.        Umur  Lebih tua lebih mungkin untuk mengidap ‘stroke’.
b.       Diabetes militus. Orang-orang yang diberi insulin, lebih banyak untuk mengidap ‘stroke’ dari pada mereka yang tidak mempergunakan insulin. Diabetes militus merupakan faktor resiko untuk stroke, namun tidak sekuat hipertensi bagi seseorang berusia 60 tahun dengan tekanan sistole 135 mmHg, probalitas (kemungkinan) untuk mendapat stroke iskhemic dalam jangka waktu 8 tahun adalah 8/1000. bila disamping itu ia menderita diabetes mellitus, probalitas meningkat menjadi 17/1000. Bila tekanan sistole 180 mmHg, probalitasnya ialah 30/1000, dengan diabetes militus probabilitasnya meningkat menjadi 59/1000 (dua kali lipat). (Lumbantobing, 2003)
c.        Faktor Keturunan Orang-orang yang mempunyai faktor keturunan untuk mengembangkan ateroma (aterogenik).Dalam kelompok ini tergolong orang-orang dengan hiperlipidemia dan hiperurikasidemia. (Sidharta, 1999)
d.       Kelainan jantung  Baik orang muda maupun tua kedua-duanya mempuyai faktor resiko besar untuk mengidap ‘stroke’ bila mereka mempuyai penyakit jantung. Beberapa jenis kelainan jantung dapat meningkatkan kemungkinan mendapatkan stroke. Gagal jantung kongestif dan penyakit jantung koroner mempunyai peranan penting dalam terjadinya stroke. Penyakit jantung, baik miokardial (otot), maupun yang valvular(katup), meningkatkan resiko terhadap stroke. Pembesaran serambi, pembesara bilik kiri, kelainan elektrokardiogram  (EKG), semua ini mempertinggi risiko mendapatakan stroke. Risiko mendapatkan stroke menjadi 3 kali lebih besar pada mereka dengan kelainan gelombang R (pada EKG) dan 2 kali lebih besar dengan kelainan gelombang ST-T, dibanding mereka tanpa kelainan tersebut. Penderita dengan kelainan serambi mempunyai risiko untuk stroke 8,5 kali lebih besar ketimbang mereka tanpa kelainan fibrilasi serambi.(Lumbantobing, 2003)
e.        Merokok
Efek merokok terhadap ‘stroke’ tidak begitu nyata dibanding terhadap ‘coronary heart disease’.
f.         Obat pencegah kehamilan  Obat anti hamil merupakan faktor resiko bagi wanita.(Sidharta, 1999). 
2.      Patologi 
Secara patologi suatu infark dapat dibagi dalam : (1) trombosis serebri (2) emboli serebri (3) artheritis sebagai akibat dari lues/arteritis temporalis.Iskemik otak adalah kelainan gangguan suplai darah ke otak yang membahayakan fungsi saraf tanpa memberi perubahan yang menetap.Infark pada otak timbul karena iskemia otak yang lama dan parah dengan perubahan fungsi dan struktur otak yang  ireversible.Gangguan aliran darah otak akan timbul perbedaan daerah jaringan otak: (1) pada daerah yang mengalami hipoksia akan timbul edema sel otak dan bila berlangsung lebih lama, kemungkinan besar akan terjadi infark.(2) daerah sekitar infark timbul daerah penumbra iskemik dimana sel masih hidup tetapi tidak berfungsi.(3) daerah diluar penumbra akan timbul edema lokal atau hiperemis berarti sel masih hidup dn berfungsi.Orang normal mempunyai suatu sistem autoregulasi arteri serebral. Bila tekanan darah sistemik meningkat, pembuluh serebral menjadi vasospasme (vasokonstriksi).Sebaliknya, bila tekanan darah sistemik menurun, pembuluh serebral akan menjadi vasodilatasi. Dengan demikian, aliran darah ke otak tetap konstan. Walaupun terjadi penurunan tekanan darah sistemik sampai 50 mmHg, autoregulasi arteri serebral masih mampu memelihara aliran darah ke otak tetap normal. Batas atas tekanan darah sistemik yang masih dapat ditanggulangi oleh autoregulasi ialah 200 mmHg untuk tekanan sistolik dan 110-120 mmHg untuk tekanan diastolik. Ketika tekanan darah sistemik meningkat, pembuluh serebral akan berkonstriksi. Derajat konstriksi tergantung pada peningkatan tekanan darah. Bila tekanan darah meningkat cukup tinggi selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun, akan menyebabkan hialinisasi pada lapisan otot pembuluh serebral. Akibatnya, diameter lumen pembuluh darah tersebut akan menjadi tetap. Hal ini berbahaya karena pembuluh serebral tidak dapat berdilatasi atau berkonstriksi dengan leluasa untuk mengatasi fluktuasi dari tekanan darah sistemik. Bila terjadi penurunan tekanan darah sistemik maka tekanan perfusi ke jaringan otak tidak adekuat. Hal ini akan mengakibatkan iskemik serebral. Sebaliknya, bila terjadi kenaikan tekanan darah sistemik maka tekanan perfusi pada dinding kapiler menjadi tinggi. Akibatnya, terjadi hiperemia, edema, dan kemungkinan perdarahan pada otak (Hariyono, 2003 ).
        3.      Tanda dan gejala klinis 
Gejala neuorologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah diotak bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokalisasinya.Gejala utama stroke iskemik akibat trombosis serebri adalah timbulnya deficit neurologic secara mendadak/sub, didahului gejala prodormal, terjadi pada waktu istirahat atau bangun pagi dan kesadaran biasanya tidak menurun.Komplikasi cacat akibat stroke berdasarkan gangguan neurology fokal otak dapat berupa: (1) gangguan motoris: kelemahan atau kelumpuhan separo anggota gerak, kekakuan pada satu extremitas atau separo tubuh, mulut dan atau bibir mencong, lidah mencong, pelo, melihat dobel (diplopi), kelopak mata sulit di buka (ptosis), gerakan tak terkendali (chorea / atetosis), kejang–kejang (seizer), tersedak (aspirasi), tidak keluar suara (disfoni/afoni)(2) gangguan sensoris: gangguan perasaan (deficit sensoris), kesemutan (parestesi), rasa tebal – tebal (hipertesi), tidak bisa membedakan rabaan (anestesi), pendengaran terganggu (tinnitus/deafness), penglihatan terganggu (gangguan visus) (3) gangguan bicara: sulit berbahasa (disfasia), tidak bisa bicara (afasia motorik), tidak bisa memahami bicara orang (afasia sensorik), tidak dapat mengerti apa yang dilihat (visual agnosia), tidak dapat menulis (agrafia), kepandaian mundur (predemensia), tidak dapat berhitung (acalculia), pelupa (demensia) (5) gangguan psikiatris : mudah menangis (force crying), mudah tertawa (force laughing), depresi, bingung, gangguan otonom, keringat, seksual, sindroma menggerutu (7) gangguan kongnitif : yaitu  pasien mengalami kesulitan untuk mengorganisasikan informasi secara efisien dan terarah, dan juga paisen mengalami kesulitan dalam mengingat perintah yang diberikan kepadanya  (Soetedjo, 2004).
 4.      Komplikasi 
Dari sudut pandang fisioterapi, komplikasi yang akan muncul bila kondisi stroke ini tidak ditangani dengan baik adalah sebagai berikut : (1) penurunan LGS, hal ini bisa disebabkan oleh ketidakaktifan, kelumpuhan, posisi yang tidak baik, serta mobilisasi yang kurang memadai khususnya pada stadium flaccid. (2) subluksasi sendi bahu, terjadi karena kelayuhan otot rotator sendi bahu pada kondisi flaccid dapat menimbulkan nyeri, oedema, penguluran kapsul sendi (3) kontraktur hal ini terjadi karena program latihan terlambat dan atau tidak teratur, adanya spastisitas yang berat, oedema tangan (4) shoulder hand syndrome hal ini bisa terjadi adanya posisi yang tidak benar, tidak ada penyanggaan pada waktu duduk atau berdiri, kurangnya latihan LGS secara efektif (5) efek tirah baring lama hal ini bisa disebabkan karena posisi tidur yang kurang tepat, tidak adanya mobilisasi dini. 
5.      Prognosis 
Prognosis jangka panjang suatu deficit neurologic pada stadium recovery mempunyai prognosis yang cukup baik. Tetapi hal ini sangat tergantung dari usaha rehabilitasi pada pasien. Pada umumnya, penyembuhan pada penderita stroke tidak dapat terjadi secara sempurna, melainkan cacat sisa. Meskipun demikian dengan usaha-usaha rehabilitasi yang dimulai sedini mungkin dan secara intensif pada fase akut dapat mengembangkan penderita pada aktifitas sehari-hari. Sekitar 30%-40% penderita stroke dapat disembuhkan secara sempurna bila ditangani dalam jangka waktu 6 jam atau kurang dari itu, agar pasien tidak menglami kecacatan, tapi sebagian penderita serangan stroke baru datang ke rumah sakit setelah 48 jam terjadinya serangan (Sutarto, 2003) .Dilihat dari tingkat kesadaran akibat stroke haemoragik : (1) sadar 16 % meninggal (2) somnolen 39 % mati (3) yang stupor 71 %(4) koma, maka 100 % meninggal (Aliah, dkk 2000). Dilihat dari jenis kelamin dan usia, laki – laki lebih banyak 61% yang meninggal dari perempuan 41 % dan usia 70 tahun atau lebih angka kematian meningkat tajam.(Aliah, dkk 2000).Di lihat dari prognosis fungsional stroke (1) 75 % mampu merawat diri secara mandiri dengan bantuan minimal (2) 75 % mampu melakukan ambulasi baik dengan atau tanpa alat bantu secara mandiri (3) hampir semuanya mengendalikan BAB dan BAK (4) hanya 10 % mengalami disabilitas/”bed ridden”(Indriastuti, 2004).Dilihat dari status keluaran rumah sakit menurut Misbach pada tahun 1990 yang dikutip oleh Soetedjo pada tahun 2003 (1). Hidup membaik : 59,9% (2) Mati : 23,3% (3) Hidup tak membaik : 1,6 % (4) Hidup Memburuk : 4,3 % (5) Hidup status tidak tercatat : 5,1 % (6) Tidak diketahui : 9,7 %.      
6.      Diagnosis banding 
Berdasarkan gejala – gejala yang ada maka diagnosis banding adalah  perbedaan antara stroke non hemoragik sebab trombosis atau emboli, stroke hemoragik dan tumor pada otak. Hal ini bisa dibedakan dari onset/awitannya, pada stroke yang non hemoragik awal mula terjadi kelumpuhan biasanya saat istirahat / pasien tidak melakukan aktifitas, nyeri kepala sifatnya ringan atau sangat ringan, tidak ditemukan adanya kejang atau muntah saat serangan terjadi serta penurunan kesadarannya bersifat ringan atau sangat ringan sedangkan pada stroke yang disebabkan pendarahan terjadi saat penderita beraktifitas, pasien mengalami nyeri kepala yang  hebat, adanya kejang atau muntah saat serangan terjadi, penurunan kesadarannya bersifat sangat nyata, penderita biasanya hipertensi dengan tiba – tiba terjatuh karena terserang kelumpuhan tubuh sesisi secara serentak, biasanya adanya emosi (marah – marah) yang mendahului sebelum serangan.Pada tumor otak dengan gejala defisit neurologi sangat lambat bahkan sampai berbulan – bulan, pasien mengalami nyeri kepala yang hebat pada saat beraktifitas yang menyebabkan peninggian liquor cerebrospinalis intracranial, seperti membungkuk, mengejan, atau excercaise dan nyeri kepala menurun apabila tidak beraktifitas, keadaan mudah lesu, gangguan daya ingat dan penurunan kesadaran.
Tentunya pemeriksaan dengan CT-scan akan lebih mudah diketahui adakah infark pada otak, adanya trombosis, emboli maupun tumor, disamping itu pemeriksaan sekunder lain, seperti pemeriksaan laboratorium juga mendukung.

B.     Deskripsi Problematika Fisioterapi

         Disini masalah yang dibahas adalah problematik pada hemiparese akibat stroke non hemorhagik pada stadium flaccid ditemukan adanya gangguan – gangguan  berupa (1) Imparment atau gangguan setingkat jaringan yaitu adanya gangguan fungsi paru akibat tirah baring yang lama, berupa penurunan kapasitas vital, penurunan ventilasi volunter maksimal, perubahan regional dalam ventilasi/perfusi, gangguan mekanisme batuk, penurunan ekspansi thorak, hipostatik pneumonia, pada stadium akut ditandai dengan pasien mengalami lumpuh separo anggota tubuhnya oleh karena adanya gangguan tonus berupa penurunan tonus otot/flaccid maupun reflek tendo, potensial terjadi oedem pada ekstremitas sisi sakit, dekubitus, dan kontraktur, adanya gangguan pola gerak atau kontrol motorik, gangguan koordinasi gerakan (2) Funtional limitation gangguan aktifitas fungsional yaitu menurunnya kemampuan untuk menggerakkan anggota tubuh misalnya tangan dan tungkai untuk aktifitas fungsionalnya misalnya aktifitas tangan untuk makan, minum, menyisir rambut, gosok gigi, mengambil sesuatu akan terganggu, sedangkan aktifitas tungkai misalnya jongkok berdiri dalam buang air besar, gerakan menendang, dan termasuk gangguan  transfer dan ambulasi (3) Disability yaitu ketidakmampuan dalam hal melakukan aktifitas yang bersifat sosial kemasyarakatan misalnya pergi bekerja bakti, pergi dengan berjalan ke pengajian di masjid, pergi main kerumah tetangga dekat, pergi bekerja ke kantor dan sampai pada tingkat kecacatan.  

C. Teknologi Intervensi Fisioterapi

         Pada sub bab ini penuls akan membahas teknologi fisioterapi yang berhubungan dengan masalah yang dibahas, teori – teori pendukung terhadap aplikasi teknologi fisioterapi dan efek fisiologis teknologi fisioterapi pada hemiparese dextra oleh karena stroke non haemorhagik. Terapi pada masing – masing fase tidak terpisah melainkan merupakan suatu kesatuan, terapi fase flaccid merupakan persiapan terapi pada fase spastik.
Modalitas Fisioterapi yang digunakan untuk menangani kondisi stroke stadium akut atau flaccid ini, bertujuan untuk;
(1) mencegah komplikasi pada fungsi paru akibat tirah baring yang lama.
(2) menghambat spastisitas,  pola sinergis ketika ada peningkatan tonus.
(3) mengurangi oedem pada anggota gerak atas dan bawah sisi sakit .
(4) merangsang timbulnya tonus kearah normal, pola gerak dan koordinasi gerak.
(5) meningkatkan kemampuan aktifitas fungsional. Pelaksanaan terapi dilakukan pada ruang ICU dan bangsal rawat inap.
Adapun teknik yang digunakan oleh penulis disini diantaranya :
  1). Passive breathing excercise
Karena sudah satu minggu pasien mengalami serangan stroke.Dan saat ini sebagian besar waktunya digunakan untuk tiduran oleh pasien. Istirahat yang cukup lama dibed dan inaktifitas akan menurunkan metabolisme secara umum .Hal ini mengakibatkan penurunan kapasitas fungsional pada sistim tubuh yang komplek, dengan manifestasi klinis berupa sindrom imobilisasi (Saleem dan Vallbona).
Pada pasien yang menderita defisit neurologis efek imobilisasi berakibat pada penurunan kapasitas fungsional. Hal ini menyebabkan membutuhkan waktu yang lama untuk mengembalikan potensi fungsi maksimal yang dimiliki pasien. Manifestasi klinik sindrom  imobilisasi salah satunya pada sistem respirasi yang berupa :
(a) penurunan kapasitas vital
(b) penurunan ventilasi volunter maksimal 
(c) perubahan regional dalam ventilasi/perfusi
(d) gangguan mekanisme batuk.
  2). Positioning            
Setiap posisi atau gerak dari pasien harus selalu berada dalam lingkup pola penyembuhan atau berlawanan dengan pola spastisitas yang timbul kemudian, posisi dan latihan gerak dalam pola penyembuhan harus sejak dini dilaksanakan.Pengaturan posisi yang benar dengan posisi  anatomis, ini bermanfaat untuk menghambat  pola sinergis dan spastisitas ketika adanya peningkatan tonus. Posisi tidur terlentang, posisi bahu dan lengan diletakkan diatas bantal sehingga bahu sedikit terdorong ke depan (protaksi) karena pada paisen stroke cenderung untuk terjadi retraksi bahu.Posisi bantal diletakkan dibawah tungkai bawah dengan maksud agar panggul tidak jatuh kebelakang dan tungkai tidak eksternal rotasi. Posisi miring kesisi sehat berfungsi agar tidak terjadi dekubitus dan untuk mencegah komplikasi fungsi paru akibat tirah baring yang lama karena karena sangkar thorak terfiksir dalam posisi ekspirasi, dengan posisi bahu protaksi dan lengan lurus didepan bantal.Posisi miring kesisi sakit, dengan posisi bahu terdorong kedepan dan tidak tertindih akan memberikan rasa berat badan pada sisi lumpuh.Pengaturan posisi elevasi pada ekstremitas bawah dan ekstremitas atas berguna untuk menurunkan oedem dengan menganut prinsip gravitasi dengan postural drainage lewat pembuluh darah dan limfe.Pengaturan posisi furniture pasien disisi lumpuh dengan tujuan (1) rotasi kepala yang diikuti mata paisen secara otomatis kearah benda yang terletak dimeja menimbulkan  suatu kebiasaan untuk meluruskan lengan yang sakit dalam pola penyembuhan (2) berat badan bergeser kerah sisi tubuh terutama sendi panggul, merangsang kesadaran akan sisi yang paralisis (3) gerakan memutar bahu terhadap panggul merupakan gerakan penting dalam mencegah spastisitas.
3). Stimulasi taktil terhadap kulit, otot, persendian dengan tehnik – tehnik: tapping, swiping, aproksimasi.
Stimulasi taktil pada prinsipnya harus menimbulkan kontraksi otot, sehingga akan merangsang golgi tendon dan muscle spindle.Impuls yang berasal dari gelondong otot dan organ tendon dikirim oleh serat konduksi yang paling kaya bermyelin yaitu serat Ia.Impuls propioseptif lain yang berasal dari reseptor fasia, sendi dan jaringan ikat yang lebih dalam, berjalan dalam serat yang kurang bermyelin.Ketukan, swiping, tapping dan aproksimasi akan merangsang propioseptor pada kulit dan persendian, gelondong otot akan bereaksi dengan dikirimnya impuls ke motoneuron anterior, perangsangan neuron ini  menyebabkan  peningkatan kontraksi secara singkat.         
Rangsangan pada muscle spindle dan golgi tendon akan diinformasikan melalui afferen ke susunan saraf pusat sehingga akan mengkontribusikan fasiltas dan inhibisi (gracanin).Rangsangan taktil yang diulang-ulang akan memberikan informasi ke “supraspinal mechanisme” sehingga terjadi pola gerak yang terintegrai dan menjadi gerakan-gerakan pola fungsional. 
Stimulasi taktil melalui saraf motoris perifer melatih fungsi tangan “graps” dan “release” serta dapat memberikan fasilitasi pada otot yang lemah dalam melakukan gerakan .
4). Latihan gerak pasif dengan pola gerak propioceptive neuromusculer fasilitation dengan tehnik rhytmical initiation .
PNF adalah kependekan dari propioceptive Neuromuscular Fasilitation. Dimana maksud dari fasilitasi disini adalah membuat lebih mudah.Dengan demikian kita bisa memberikan tindakan dengan efisien dengan selalu memperhatikan ketepatan dan fungsi gerakan yang dilakukan pasien.Propiceptieve, dengan metode PNF maka akan semakin diperkuat dan diintensifkan rangsangan – rangsangan spesifik melalui receptor yaitu panca indra dan atau propioceptor.Neuromusculair, juga untuk meningkatkan respons dari sistem neouromusculair.
Filosofi dari PNF adalah menangani atau mengobati pasien secara total dengan tujuan mencapai fungsi-fungsi yang optimal dari pasien.PNF berlatar belakang atas konsep sebagai berikut : bahwa kehidupan (dalam arti sempit) adalah sederetan reaksi atas sederetan rangsangan – rangsangan yang diterimanya.Manusia dengan cara demikian akan dapat mencapai bermacam – macam kemampuan motorik.Bila ada gangguan terhadap mekanisme neuromusculair, berarti seseorang tidak dalam kondisi untuk siap bereaksi terhadap rangsangan -rangsangan  yang datang sehingga dia tidak mampu untuk bereaksi kearah yang tepat seperti yang dikehendaki.Metode PNF berusaha memberikan rangsangan – rangsangan yang sesuai dengan reaksi yang dikehendaki, yang pada akhirnya akan dicapai kemampuan atau gerakan yang terkoordinasi.Lewat rangsangan – rangsangan tadi fisioterapis berusaha untuk mengaktifkan lagi mekanisme yang latent dan cadangan –cadangannya dengan tujuan utama untuk meningkatkan kemampuan fungsional.Metode PNF menganut prinsip – prinsip (1) Ilmu proses tumbuh kembang, perkembangan motoris berkembang dari cranial ke caudal dan dari proksimal ke distal.Gerakan terkoordinasi pada orang dewasa berlangsung dari distal ke proksimal.Gerakan selalu sebelumnya didahului dengan kontrol sikap (stabilisasi), dimana stabilisasi akan menentukan kualitas dari gerakan (2) Prinsip Neurofisiologis, Overflow principe; motoris impuls dapat diperkuat oleh motoris impuls yang lain dari group otot yang lebih kuat yang dalam waktu bersamaan berkontraksi, dimana otot –otot tersebut kira – kira mempunyai fungsi yang sama (otot – otot synergis).overflow principe akan menimbulkan apa yang disebut irradiatie atau summatie.Rangsangan saraf motoris mempunyai ambang rangsang tertentu (semua atau tidak sama sekali).(3) Prinsip ilmu gerak, latihan – latihan isometris ditujukan untuk memperbaiki sikap sedangkan latihan isotonis ditujukan untuk memperbaiki gerakan.Gerakan tunggal murni tidak ada dalam kehidupan, otak hanya mengenal aktifitas otot secara group bukan gerakan individual,setiap gerakan terjadi dalam arah tiga dimensi.gerakan akan semakin kuat bila terjadi bersama – sama dengnan gerakan total yang lain.Dengan dasar – dasar tersebut, metode PNF menyusun latihan – latihan dalam gerakan – gerakan yang selalu melibatkan lebih dari satu sendi dan mempunyai 3 komponen gerakan.Latihan akan lebih cepat berhasil  apabila pasien secara penuh mampu melakukan suatu gerakan dari pada bila hanya melakukan sebagian saja.Hindarkan faktor – faktor yang menghambat latihan misal latihan seharusnya tanpa menimbulkan rasa sakit, pengulangan – pengulangan yang banyak dan bervariasi, sikap posisi awal akan memberikan hasil yang lebih baik, aktifitas yang lama  penting untuk meningkatkan kekuatan, koordinasi, kondisi dari sistem neuromusculair.Tehnik – tehnik PNF adalah alat fasilitasi yang dipilih dengan maksud yang spesifik, tehnik – tehnik tersebut mempunyai maksud (1) mengajarkan pola gerak, menambah kekuatan otot (3) relaksasi (4) memperbaiki koordinasi (5) memperbaiki gerak (6) mengajarkan kembali gerakan (7) menambah stabilisasi.                                     
5) Mobilisasi dini dengan latihan secara pasif dan aktif.
Pemulihan motorik ialah kembalinya fungsi motorik yang disebabkan oleh pemulihan sistem saraf pada daerah otak yang terkena.Pemulihan motorik sangat bervariasi, banyak diantara mereka yang mengalami pemulihan lengkap (recovery completely) namun tidak sedikit pula yang harus berlatih keras guna memperoleh kembali kemampuan fungsionalnya atau bahkan banyak diantaranya harus menjalani kehidupannya dengan beberapa disabilitas.
Pemulihan motorik terjadi melalui dua mekanisme utama yaitu
(1) resolusi dari faktor – faktor lokal yang merusak dan ini biasanya merupakan pemulihan spontan yang umumnya berlangsung antara  3 sampai dengan 6 bulan. Bahkan proses ini bisa hanya dalam beberapa hari sampai beberapa minggu, proses ini meliputi pengurangan oedem lokal, perbaikan sirkulasi darah lokal dan penyerapan jaringan yang rusak
(2) Neuroplastisitas yang terjadi pada stadium lanjut, penderita stroke mempunyai hubungan bermakna terhadap reorganisasi yang disebut “Neural Plasticity” dalam proses perbaikan sistem sarafnya.  penyembuhan saraf penderita stroke harus ditangani secara menyeluruh sejak fase awal hingga fase penyembuhan salah satu pendekatannya adalah pendekatan fisik (physical therapy). ( Purbo kuntono, 1997)
Proses perbaikan pada penderita stroke, pada fase awal perbaikan fungsional neurologi berupa perbaikan lesi primer oleh penyerapan kembali oedema di otak dan membaiknya sistem vaskularisasi.Dalam beberapa waktu kemudian berlanjut ke perbaikan fungsi aksonal atau aktivasi sinaps yang tidak efektif.Pada penderita stroke, perbaikan fungsi neuron berlangsung kurang lebih dalam waktu satu tahun. Prediksi perbaikan ini sangat tergantung dari luasnya defisit neurologi awal, perkembangan lesi, ukuran dan topis kelainan di otak, serta keadaan sebelumnya. Keadaan ini juga dipengaruhi oleh usia nutrisi dan tindakan terapi (fisioterapi) yang juga merupakan faktor yang menentukan dalam proses perbaikan.Kemampuan otak untuk memodifikasi dan mereorganisasi fungsi dari fungsi yang mengalami cendera\kerusakan disebut “neural plastisity”
Otak mempunyai kemampuan untuk beradaptasi, memperbaiki, mengatasi perubahan lingkungan nya (bahaya-bahaya) melalui penyatuan neuronal kembali yang dikelompokan menjadi :
(1) Sprouting ( Collateral Sprouting ) merupakan respon neuron daerah yang tidak mengalami cendera dari sel-sel yang utuh ke daerah yang debervasi setelah ada cendera.Perhatikan fungsi SSP dapat berlangsung beberapa bulan atau tahun setelah cendera dan dapat terjadi secara luas di otak pada daerah setal nukleus, hipokampus, dan sistem saraf tepi.
(2) Unmasking, dalam keadaan normal, banyak akson dan sinaps yang tidak aktif. Apabila “ Jalur Utama” mengalami kerusakan maka fungsinya akan diambil oleh akson menurut wall dan kabath, jalur sinapsis mempunyai mekanisme homestatik, dimana penurunan masukan akan menyebabkan naiknya eksitabilitas sinapsnya .
(3)Diachisia (Dissipation of diachisia) keadaan dimana terdapat hilangnya kesinambungan fungsi atau adanya hambatan fungsi dari traktus-traktus sentral di otak (Purbo kuntono, 1997 yang dikutip dari Meryl Roth Gesch M, 1992) .
Maka perbaikan fungsi pada penderita post stroke dapat dilakukan melalui dua cara : (1) Latihan gerak atau mobilisasi dini untuk mempengaruhi fasilitas dan mendidik kembali fungsi otot terhadap sisi anggota yang lesi (2) Latihan untuk mempengaruhi gerak kompensasi sebagai pengganti daerah yang akan lesi.
Pada fase penyembuhan ini latihan sangat berpengaruh dalam derajat maupun kecepatan perbaikan fungsi.Mobilisasi dengan latihan pasif dan latihan aktif sedini mungkin yang dilakukan serta berulang-ulang akan menjadi gerak yang terkontrol atau terkendali.

PELAJARAN DARI PULAU SOLOMON

Penduduk di Pulau Solomon, ketika akan membuka lahan bercocok tanam di dalam hutan, konon tidak perlu menebang dan membakar hutan. Mereka cukup beramai-ramai mengitari tiap pohon sambil berteriak-teriak jorok, membentak dan berkata kasar. Dengan cara ini, ternyata selang beberapa hari sesudahnya pohon-pohonan layu, kering, mati, dan akhirnya tumbang.


Selama ini tanpa sadar kita mungkin telah ”membunuh” anak, baik anak kita sendiri maupun anak didik kita, dengan cara yang hampir sama dengan cara orang Solomon: membentak keras saat anak melakukan kesalahan, mengucapkan kata-kata kasar, dan memberi stigma buruk dengan kata bodoh, ceroboh, malas, dan sebagainya. Maka jadilah anak-anak yang benar-benar bodoh, ceroboh, malas, dan lain-lain sebagaimana kita ucapkan.


Berhati-hatilah! Sebab rasanya tidak mungkin kita berniat ”membunuh” anak kita atau murid kita. Kita ingin mereka berkembang menjadi manusia dewasa yang mandiri, terampil, berkepribadian luhur, dan memiliki tanggung jawab. Tak mungkinlah kita berharap agar anak-anak kita menjadi ”layu”, dan akhirnya ”mati”.


Ketika kisah penduduk di Pulau Solomon ini saya share ke facebook saya, ada komentar teman yang mencoba menghibur saya: ”Ah, masak segitunya, Bang?”


Sepertinya, teman saya menganggap saya membesar-besarkan masalah. Memang, kisah yang saya ceritakan di atas mungkin terlalu dramatis, saya akui. Saya memang terpengaruh dengan sebuah dealog dalam film India berjudul ”Taare Zamen Par”. Tapi esensinya sangat penting dan realistis untuk kita implementasikan dalam pendidikan anak-anak kita.


Film ini mengisahkan seorang anak jenius tetapi mengalami kesulitan mengingat simbol angka maupun huruf. Huruf ”b” bertukar dengan huruf ”d”, huruf ”z” dengan ”s”, angka ”6” dengan angka ”9”, dan sebagainya. Ketika membaca buku, si anak jenius melihat huruf-huruf bergerak-gerak seperti menari-nari. Dia pun tertawa tanpa sepatah kata pun terucapkan. Lalu, guru menilainya sebagai anak bodoh, anak terbelakang, dan anak nakal. Di rumah si anak mengalami kekerasan dari ayahnya dan membandingkannya dengan kakaknya yang selalu penurut dan juara pelajaran maupun olah raga.


Untunglah, ketika si anak diasingkan di sebuah sekolah berasrama, dia bertemu dengan sosok seorang guru yang humanis, sabar, empatik, nyeni, dan pernah mengalami kasus yang sama dengan si anak jenius. Di sinilah kemudian terungkap bahwa si anak ini mengalami kelainan bawaan yang bernama ”dislexia”. Dia jenius, tapi memang butuh perlakuan khusus.


Guru ini berhasil menolong anak jenius berkembang dengan kecerdasan melebihi anak-anak pintar di kelasnya, pada saat hampir saja anak itu mengalami depresi, putus asa dan ”mati”.

Ternyata, Albert Einstein, Leonardo da Vinci, Bill Gates, James Watt, Thomas Alfa Edison, Agatha Christie dan tokoh-tokoh lain dalam sejarah dunia adalah anak-anak ”dislexia”.


Alangkah sayangnya kalau tokoh-tokoh yang banyak mengubah dunia ini tak tertolong saat kecilnya. Dan mungkin banyak anak-anak seperti ini ada di sekitar kita.


Sebuah pencerahan bagi kita, baik sebagai orang tua maupun seorang guru: Terimalah anak-anak kita apa adanya. Bantulah mereka saat mengalami kesulitan, sugestilah dengan kata-kata positif, dan biarlah mereka berkembang sesuai jati dirinya. Tanpa kekerasan, tanpa kata-kata kotor, dan tanpa stigma buruk. Hentikan memvonis anak kita dengan kata ”dasar bodoh”, ”dasar malas”, ”dasar bandel”, dan sejenisnya!


Ada sebuah penelitian yang diceritakan Ajah Brahm, seorang Amerika lulusan Fisika yang memilih menjadi biksu di pedalaman hutan Thailand. Anak-anak satu jenjang pendidikan dibagi dua kelas, kelas A dan kelas B. Kelas A diberi label kelas unggulan dan kelas B diberi label kelas biasa.


Tanpa sepengetahuan siapa-siapa (kecuali peneliti), anak-anak dalam kedua kelas itu sebenarnya pada awalnya dapat dikatakan homogen, atau tidak ada perbedaan yang siginikan. Sama-sama pintar, sama-sama cerdas. Lalu, keduanya diajar dengan guru-guru yang sama, metode yang sama dan fasilitas yang sama. Perbedaan perlakuan hanya pada pemberian label unggulan dan biasa.


Apa yang terjadi pada akhir tahun? Anak-anak dalam kelas unggulan ternyata memiliki prestasi yang benar-benar unggul, sementara anak-anak dalam kelas biasa, prestasinya juga biasa-biasa saja. Sebuah bukti ilmiah bahwa anak-anak akan menjadi yang seperti kita labelkan padanya.

Dari MULYOTO, Guru Matematika SMK Negeri 1 Pungging Mojokerto dalam detiknews.com

PENYAKIT MEMBRAN HIALIN

Penyakit membran hialin (PMH) sering ditemukan pada bayi prematur. Terutama apabila bayi tersebut lahir dari ibu yang menderita gangguan perfusi darah, uterus selama kehamilan misalnya ibu penderita diabetes, toksemia, hipotensi, secio sesarea atau perdarahan antepartum.1

Tanda-tanda PMH biasanya tampak dalam beberapa menit kelahiran yaitu : dispnea dan hiperpnea dengan frekuensi pernapasan lebih dari 60 x/menit. Sianosis retraksi di daerah epigastrium, supra sentral, intercostal pada saat inspirasi. 1,2,3
Pengenalan riwayat kehamilan, riwayat persalinan, serta intervensi dini baik dalam hal pencegahan, diagnosis dan penatalaksanaan penderita dapat membantu menurunkan angka kematian penyakit.1
I.2. ANGKA KEJADIAN
Angka kejadian penyakit ini sebenarnya sulit ditentukan karena diagnosa pasti hanya dapat ditegakkan dengan autopsi. Angka kejadian penyakit mempunyai kaitan erat dengan riwayat kehamilan dan persalinan. Kejadian penyakit akan meningkat pada bayi lahir kurang bulan (masa gestasi kurang dari 34 minggu). Partus presipitatus yang menyertai perdarahan ibu, asfiksia, ibu penderita diabetes. Disamping itu terdapat beberapa faktor kehamilan yang dianggap dapat menurunkan kejadian penyakit membran hialin dalam hal ini ibu yang mendapat pengobatan steroid saat hamil.1
PMH terutama terjadi pada bayi prematur. Insidensinya berbanding terbalik dengan umur kehamilan dan berat badannya. PMH ini 60 – 80% terjadi pada bayi yang umur kehamilannya kurang dari 28 minggu, 15 – 30% pada bayi antara 32 dan 36 minggu, 5% pada bayi lebih dari 37 minggu dan jarang pada bayi cukup bulan.2,3
Kenaikan frekuensi dihubungkan dengan bayi dari ibu diabetes, kehamilan kembar, persalinan dengan seksio sesarea, persalinan cepat, asfiksia, stress dingin, ada riwayat bayi sebelumnya terkena insiden tertinggi pada bayi preterm laki-laki atau kulit putih.5
II.1. PENGERTIAN
PMH disebut juga Respiratory Distress Syndrome (RDS), hal ini adalah salah satu problem dari bayi prematur menyebabkan bayi membutuhkan ekstra oksigen untuk membantu hidupnya.5
Pada penyakit membran hialin dapat menyebabkan hipoksia yang menimbulkan kerusakan endotel kapiler dan epitel duktus alveolus. Kerusakan ini menyebabkan terjadinya transudasi ke dalam alveolus dan terbentuk fibrin. Fibrin bersama-sama dengan jaringan epitel yang nekrotik membentuk suatu lapisan yang disebut membran hialin.1

II.2. ETIOLOGI
Kelainan dianggap terjadi karena faktor pertumbuhan atau pematangan paru yang belum sempurna antara lain : bayi prematur, terutama bila ibu menderita gangguan perfusi darah uterus selama kehamilan, misalnya ibu dengan : 2,4
1.Diabetes
2.Toxemia
3.Hipotensi
4.SC
5.Perdarahan antepartum.
6.Sebelumnya melahirkan bayi dengan PMH.
Penyakit membran hialin diperberat dengan : 5,6
1.Asfiksia pada perinatal
2.Hipotensi
3.Infeksi
4.Bayi kembar.


II.3. PATOFISIOLOGI
Sampai saat ini PMH dianggap terjadi kaena defisiensi pembentukan zat surfaktan pada paru bayi yang belum matang. Surfaktan adalah zat yang berperan dalam pengembangan paru dan merupakan suatu kompleks yang terdiri dari dipalmitil fosfatidilkolin (lesitin), fosfatidil gliserol, apoprotein, kolesterol. Senyawa utama zat tersebut adalah lesitin yang mulai dibentuk pada umur kehamilan 22 – 24 minggu dan berjumlah cukup untuk berfungsi normal setelah minggu ke 35.2,5
Agen aktif ini dilepaskan ke dalam alveolus untuk mengurangi tegangan permukaan dan membantu mempertahankan stabilitas alveolus dengan jalan mencegah kolapsnya ruang udara kecil pada akhir ekspirasi. Namun karena adanya imaturitas, jumlah yang dihasilkan atau dilepaskan mungkin tidak cukup memenuhi kebutuhan pasca lahir.2
Alveolus akan kembali kolaps setiap akhir ekspirasi sehingga untuk pernafasan berikutnya dibutuhkan tekanan negatif intratoraks yang lebih besar yang disertai usaha inspirasi yang lebih kuat.
Kolaps paru ini akan menyebabkan terganggunya ventilasi sehingga terjadi hipoksia, retensi CO2 dan asidosis. Hipoksia akan menimbulkan : (1) oksigenasi jaringan menurun, sehingga akan terjadi metabolisme anaerobik dengan penimbunan asam laktat dan asam organik lainnya yang menyebabkan terjadinya asidosis metabolik pada bayi, (2) kerusakan endotel kapiler dan epitel duktus alveoli dan terbentuknya fibrin dan selanjutnya fibrin bersama-sama dengan jaringan epitel yang nekrotik membentuk suatu lapisan yang disebut membran hialin. Asidosis dan atelektasis juga menyebabkan terganggunya sirkulasi darah dari dan ke jantung. Demikian pula aliran darah paru akan menurun dan hal ini akan mengakibatkan berkurangnya pembentukan substansi surfaktan.3,4
Secara singkat dapat diterangkan bahwa dalam tubuh terjadi lingkaran setan yang terdiri dari : atelektasis  hipoksia  asidosis  transudasi  penurunan aliran darah paru  hambatan pembentukan substansi surfaktan  atelektasis. Hal ini akan berlangsung terus sampai terjadi penyembuhan atau kematian bayi.
Surfaktan dihasilkan oleh sel epitel alveolus tipe II. Badan lamelar spesifik, yaitu organel yang mengandung gulungan fosfolipid dan terikat pada membran sel, dibentuk dalam sel-sel tersebut dan disekresikan ke dalam lumen alveolus secara eksositosis. Tabung lipid yang disebut mielin tubular dibentuk dari tonjolan badan, dan mielin tubular selanjutnya membentuk lapisan fosfolipid. Sebagian kompleks protein-lipid di dalam surfaktan diambil ke dalam sel alveolus tipe II secara endositosis dan didaru-ulang.7
Ukuran dan jumlah badan inklusi pada sel tipe II akan meningkat oleh pengaruh hormon tiroid, dan RDS lebih sering dijumpai serta lebih parah pada bayi dengan kadar hormon tiroid plasma yang rendah dibandingkan pada bayi dengan kadar hormon plasma normal. Proses pematangan surfaktan dalam paru juga dipercepat oleh hormon glukokortikoid. Menjelang umur kehamilan cukup bulan didapatkan peningkatan kadar kortisol fetal dan maternal, serta jaringan parunya kaya akan reseptor glukokortikoid. Selain itu, insulin menghambat penumpukan SP-A dalam kultur jaringan paru janin manusia, dan didapatkan hiperinsulinisme pada janin dari ibu yang menderita diabetes. Hal ini dapat menerangkan terjadinya peningkatan insidens RDS pada bayi yang lahir dari ibu yang menderita diabetes.

II.4. GEJALA KLINIS
Bayi penderita penyakit membran hialin biasanya bayi kurang bulan yang lahir dengan berat badan antara 1200 – 2000 g dengan masa gestasi antara 30 – 36 minggu. Jarang ditemukan pada bayi dengan berat badan lebih dari 2500 g dan masa gestasi lebih dari 38 minggu. Gejala klinis biasanya mulai terlihat pada beberapa jam pertama setelah lahir terutama pada umur 6 – 8 jam. Gejala karakteristik mulai timbul pada usia 24 – 72 jam dan setelah itu keadaan bayi mungkin memburuk atau mengalami perbaikan. Apabila membaik gejala biasanya menghilang pada akhir minggu pertama.
Gangguan pernafasan pada bayi terutama disebabkan oleh atalektasis dan perforasi paru yang menurun. Keadaan ini akan memperlihatkan keadaan klinis seperti : 1,2,3
1.Dispnea atau hiperpnea.
2.Sianosis.
3.Retraksi suprasternal, epigastrium, intercostal.
4.Rintihan saat ekspirasi (grunting).
5.Takipnea (frekuensi pernafasan . 60 x/menit).
6.Melemahnya udara napas yang masuk ke dalam paru.
7.Mungkn pula terdengar bising jantung yang menandakan adanya duktur arteriosus yang paten yang disertai pula timbulnya.
8.Kardiomegali.
9.Bradikardi (pada PMH berat).
10.Hipotensi.
11.Tonus otot menurun.
12.Edem.
Gejala PMH biasanya mencapai puncaknya pada hari ke-3. Sesudahnya terjadi perbaikan perlahan-lahan. Perbaikan sering ditunjukan dengan diuresis spontan dan kemampuan oksigenasi bayi dengan kadar oksigenasi bayi yang lebih rendah.2,5,6
Kelemahan jarang pada hari pertama sakit biasanya terjadi antara hari ke-2 dan ke-3 dan disertai dengan kebocoran udara alveolar (emfisema interstisial, pneumotoraks), perdarahan paru atau interventrikuler.2

II.5. PEMERIKSAAN RADIOLOGIS
Gambaran radiologik 1,2,3,4,6
Pemeriksaan foto roentgen paru memegang peranan yang sangat penting dalam menentukan diagnosis yang tepat.
Disamping itu pemeriksaan juga bermanfaat guna menyingkirkan kemungkinan penyakit lain yang mempunyai gejala serupa seperti hernia diafragma, pneumotoraks dan lain-lain. Pada permulaan penyakit gambaran foto paru mungkin tidak khas, tetapi dengan berlanjutnya penyakit maka akan terlihat gambaran klasik yang karakteristik untuk penyakit tersebut. Pada foto roentgen akan terlihat bercak difus berupa infiltrat retikulogranular disertai adanya tabung-tabung udara bronkus (air bronhcogram). Gambaran retikulogranular ini merupakan manifestasi adanya kolaps alveolus sehingga apabila penyakit semakin berat gambaran ini akan semakin jelas.

II.6. DIAGNOSIS
Diagnosis tegakkan kumpulan beberapa penemuan : 1
1.Gejala klinis :
a.Dispnea.
b.Merintih (grunting).
c.Takipne.
d.Retraksi dinding toraks.
e.Sianosis.
f.Brakikardi (PMH berat).
g.Hipotensi.
h.Hipotermi.
i.Tonus otot menurun.
j.Edem dorsal tangan/kaki.
2.Gambaran radiologi :
Ditemukan bercak difus berupa infiltrat retikulogranuler dan air bronchogram.
3.Laboratorium
Kimia darah :
a.Meningkatnya asam laktat dan asam organik lain > 45 mg/dl
b.Merendahnya bikarbonat standar
c.pH darah dibawah 7,2
d.PaO2 menurun
e.PaCO2 meninggi.
Pemeriksaan fungsi paru membutuhkan alat yang lebih lengkap dan pelik. Frekuensi pernapasan yang meninggi pada penyakit ini akan memperlihatkan pula perubahan fungsi paru lainnya seperti isi alun napas yang menurun, lung compliance berkurang, kapasitas sisa fungsional yang merendah, disertai kapasitas vital yang terbatas. Demikian pula fungsi ventilasi dan perfusi paru akan terganggu.
Pemeriksaan fungsi kardiovaskular pada penderita penyakit yang berat akan menunjukkan adanya hipotensi. Penyelidikan dengan kateterisasi jantung memperlihatkan beberapa perubahan fungsi kardiovaskular berupa duktus arteriosus yang paten, pirau dari kiri ke kanan atau kanan ke kiri tergantung dari beratnya penyakit dan menurunnya tekanan arterial paru/sistemik.
Pada pemeriksaan autopsi gambaran patologik/histopatologik paru menunjukkan adanya atelektasis dan membran hialin dalam alveolus atau duktus alveolus. Disamping itu terdapat pula bagian paru yang mengalami emfisema. Membran hialin yang ditemukan terdiri dari fibrin dan sel eosinofil yang mungkin berasal dari darah atau sel epitel alveolus yang nekrotik.1,2,3,4,6

II.7. PENATALAKSANAAN 1,3
Dasar tindakan pada penderita adalah mempertahankan penderita dalam suasana fisiologik yang sebaik-baiknya, agar bayi mampu melanjutkan perkembangan paru dan organ lain, sehingga ia dapat mengadakan adaptasi sendiri terhadap sekitarnya. Tergantung dari ringannya penyakit maka tindakan yang dapat dilakukan terdiri dari tindakan umum dan tindakan khusus.
Tindakan umum ini terutama dilakukan pada penderita ringan atau sebagai tindakan penunjang pada penderita ringan atau sebagai tindakan penunjang pada penderita berat. Termasuk dalam tindakan ini adalah mengurangi manipulasi terhadap penderita dan mengusahakan agar penderita ada dalam suasana lingkungan yang paling optimal. Suhu bayi dijaga agar tetap normal (36,3 – 37°C) dengan meletakkan bayi dalam inkubator antara 70 – 80%.
Makanan peroral sebaiknya tidak diberikan dan bayi diberi cairan intravena yang disesuaikan dengan kebutuhan kalorinya. Adapun pemberian cairan ini bertujuan untuk memberikan kalori yang cukup, menjaga agar bayi tidak mengalami dehidrasi, mempertahankan pengeluaran cairan melalui ginjal dan mempertahankan keseimbangan asam basa tubuh. Dalam 48 jam pertama biasanya cairan yang diberikan terdiri dari glukosa/dekstrose 10% dalam jumlah 100 ml/KgBB/hari. Dengan pemberian secara ini diharapkan kalori yang dibutuhkan (40 kkal/KgBB/hari) untuk mencegah katabolisme tubuh dapat dipenuhi. Tergantung ada tidaknya asidosis, maka cairan yang diberikan dapat pula berupa campuran glukosa 10% dan natrium bikarbonat 1,5% dengan perbandingan 4 : 1. Untuk hal ini pemeriksaan keseimbangan asam basa tubuh perlu dilakukan secara sempurna. Disamping itu pemeriksaan elektrolit perlu diperhatiakn pula.
Tindakan khusus meliputi :
1.Pemberian O2 3,4,5
Oksigen mempunyai pengaruh yang kompleks terhadap bayi baru lahir. Pemberian O2 yang terlalu banyak dapat menimbulkan komplikasi yang tidak diinginkan seperti fibrosis paru, kerusakan retina (retrolental fibroplasta) dan lain-lain. Untuk mencegah timbulnya komplikasi ini, pemberian O2 sebaiknya diikuti dengan pemeriksaan tekanan O2 arterial (PaO2) secara teratur. Konsentrasi O2 yang diberikan harus dijaga agar cukup untuk mempertahankan tekanan PaO2 antara 80 – 100 mmHg. Bila fasilitas untuk pemeriksaan tekanan gas arterial tidak ada, O2 dapat diberikan sampai gejala cyanosis menghilang.
Pada M.H.D. yang berat, kadang-kadang perlu dilakukan ventilasi dengan respirator. Cara ini disebut Intermitten Positive Pressure Ventilation (I.P.P.V.). I.P.P.V. ini baru dikerjakan apabila pada pemeriksaan O2 dengan konsentrasi tinggi (100%), bayi tidak memperlihatkan perbaikan dan tetap menunjukkan : PaO2 kurang dari 50 mmHg, PaCO2 lebih dari 70 mmHg dan masih sering terjadi asphyxial attact walaupun kemungkinan hipotermia, hipoglikemia dan acidosis metabolik telah disingkirkan.
Pemberian O2 dengan ventilasi aktif ini dapat dilakukan pula dengan bermacam cara, misalnya pemberian O2 secara hiperbasik, intermittent negative pressure ventilation, nasopharyngeal tube ventilation dan lain-lain.

2.Pemberian Antibiotika
Setiap penderita PMH perlu mendapat antibiotika untuk menegah terjadinya infeksi sekunder. Antibiotik diberikan adalah yang mempunyai spektrum luas penisilin (50.000 U-100.000 U/KgBB/hari) atau ampicilin (100 mg/KgBB/hari) dengan gentamisin (3-5 mg/KgBB/hari). 3,4
Antibiotik diberikan selama bayi mendapatkan cairan intravena sampai gejala gangguan nafas tidak ditemukan lagi.
3.Pemberian Surfaktan Buatan 1,5
Pengobatan lain yang membuka harapan baru berdasar atas penelitian Fujiwara (1980) dan Morley (1981). Surfaktan artifisial yang dibuat dari dipalmitoilfosfatidilkolin dan fosfatidilgliserol dengan perbandingan 7 : 3 telah dapat mengobati penderita penyakit tersebut. Bayi tersebut diberi surfaktan artifisial sebanyak 25 mg dosis tunggal dengan menyemprotkan ke dalam trakea penderita. Akhir-akhir ini telah dapat dibuat surfaktan endogen yang berasal dari cairan amnion manusia. Surfaktan ini disemprotkan ke dalam trakea dengan dosis 60 mg/KgBB. Walaupun cara pengobatan ini masih dalam taraf penelitian, tetapi hasilnya telah memberikan harapan baru.

II.8. PENCEGAHAN 2,6
1.Tindakan pencegahan utama sebenarnya adalah menghindari terjadinya kelahiran bayi prematur.
2.Mengetahui maturitas paru dengan menghitung perbandingan lesitin dan sfengomielin dalam cairan amnion bila perbandingan antara lesitin dan sfengomielin kurang dari 2 maka berarti jumlah surfaktan pada penderita masih kurang.
3.Pemberian kortikosteroid yang dilakukan pada persalinan prematur yang dapat ditunda selama 48 jam yang biasa dipakai berupa kortisol 1, 2, 4 dengan dosis 12 mg/hari diberikan 2 hari berturut-turut.
4.Pemberian satu dosis surfaktan ke dalam trakea bayi prematur segera sesudah lahir atau selama umur 24 jam.
II.9. KOMPLIKASI
Komplikasi PMH dan perawatan intensif. Komplikasi paling serius intubasi trakea adalah asfiksia karena obstruksi pipa, henti jantung selama intubasi atau pengisapan, dan perkembangan selanjutnya yaitu stenosis subglotis. Komplikasi lain meliputi perdarahan dari trauma selama intubasi, pseudodivertikula faring posterior, ekstubasi sukar shingga memerlukan trakeostomi, ulserasi lubang hidung akibat tekanan pipa, penyempitan permanen pada lubang hidung karena cedera jaringan dan parut akibat iritasi atau infeksi sekitar pipa, erosi palatum, penarikan plika vokalis, ulkus laring, papiloma plika vokalis dan serak persisten, stridor atau edema.2
Komplikasi yang dapat terjadi akibat PMH adalah : 1,5,8
1.Perdarahan intrakranial oleh karena belum berkembangnya sistem saraf pusat terutama sistem vaskularisasinya, adanya hipoksia dan hipotensi yang kadang-kadang disertai renjatan. Faktor tersebut dapat membuka nekrosis iskemik, terutama pada pembuluh darah kapiler di daerah periventrikular dan dapat juga di ganglia basalis dan jaringan otak.
2.Gejala neurologik yang tampak berupa kesadaran yang menurun, apneu, gerakan bola mata yang aneh, kekakuan extremitas dan bentuk kejang neonatus lainnya.
3.Komplikasi pneumotoraks atau pneuma mediastinum mungkin timbul pada bayi yang mendapatkan bantuan ventilasi mekanis. Pemberian O2 dengan tekanan yang tidak terkontrol baik, mungkin menyebabkan pecahnya alveolus sehingga udara pernafasan yang memasuki rongga-ronga toraks atau rongga mediastinum.
4.Paten ductus arteriolus pada penderita PMH sering menimbulkan keadaan payah jantung yang sulit untuk ditanggulangi.

II.12. PROGNOSIS
Prognosis sindrom ini tergantung dari tingkat prematuritas dan beratnya penyakit. Pada penderita yang ringan penyembuhan dapat terjadi pada hari ke-3 atau ke-4 dan pada hari ke-7 terjadi penyembuhan sempurna. Pada penderita yang lanjut mortalitas diperkirakan 20-40 %. Dengan perawatan yang intensif dan cara pengobatan terbaru mortalitas ini dapat menurun. Prognosis jangka panjang sulit diramalkan. Kelainan yang timbul dikemudian hari lebih cenderung disebabkan komplikasi pengobatan yang diberikan dan bukan akibat penyakitnya sendiri. Pada fungsi paru yang normal pada kebanyakan bayi yang dapat hidup dari PMH, prognosisnya sangat baik.3
Keseluruhan mortalitas bayi BBLR yang dirujuk ke pusat perawatan intensif maupun secara mantap; sekitar 75% dari mereka yang berada di bawah 1.000 g bertahan hidup, dan mortalitas secara progresif menurun pada berat badan yang lebih tinggi, dengan lebih dari 95% bayi sakit yang bertahan hidup beratnya lebih dari 2.500 g. walaupun 85 - 90% dari semua bayi PMH, yang bertahan hidup setelah mendapat dukungan ventilasi dengan respirator adalah normal, harapan yang ada pada mereka yang beratnya diatas 1.500 g adalah jauh lebih baik; sekitar 80% dari mereka yang beratnya dibawah 1.500 g tidak mengalami sekuele neurologis atau mental. Prognosis jangka panjang untuk tercapainya fungsi paru yang normal pada kebanyakan bayi PMH yang berahan hidup adalah sangat baik. Namun bayi yang berhasil bertahan hidup dari kegagalan pernapasan neonatus yang berat dapat mengalami gangguan paru dan perkembangan saraf yang berarti.2
DAFTAR PUSTAKA


1.Asril Aminullah & Arwin Akib. Penyakit membran Hialin, dalam Markum (editor), Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Jilid I, Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI, Jakarta, 1991, hal. 303-306.

2.Lowell A. Glasgow & James C. Over all JR. IRDS dalam Behrman & Vaughan (editor), Nelson Textbook of Pediatric, 1st (Chapter, 12th edition, EGC, Jakarta, 1988, hal. 622-627.

3.Asril Aminullah. Gangguan Pernapasan, dalam Rusepno Hassan & Husein Alatas (editor), Ilmu Kesehatan Anak, Jilid I, Bagian IKA FKUI, Jakarta, 1985, hal. 1083-1087.

4.Waldemar Carlo. Sindrom Distress Respirasi, dalam Klaus & Fanaroff (editor), Penatalaksanaan Neonatus Risiko Tinggi, 4th Edition, EGC, Jakarta, 1998, hal. 286-289.

5.Lucile packard children’s Hospital at Stanford. High Risk Newborn Hyaline membrane disease/Respiratory Distress Syndrome, USA available from http://www.google.com.

6.Edited by George F. Smith, and Dharmapuri Vidyasagar, Published by Nead Johnson Nutritional Division, 1980 Not Copyrighted by Publisher, The Treatment of Hyaline Membrane Disease, Victor Chernick, M.D., F.R.C.P.(c.) available from http://Historical_Review_and_Recent_Advances.

7.William F. Ganong. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 17, editor M. Djauhari Widjajakusumah, EGC, Jakarta, 1998.

8.Arif Mansjoer, Suprahaito, Wahyu Ika Wardhani, Wiwiek Setiowulan. Penyakit Membran Hialin, dalam Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 2, Edisi 3, Media Aesculapius FKUI, Jakarta, 2000, hal. 507-508.

Perbedaan FISIOTERAPI dengan DOKTER

Dengan pengembangan teknik medis baru dan masuknya terus menerus penelitian, kualitas pelayanan kesehatan memang meningkat secara drastis. Bekerja di bidang kesehatan publik dan swasta, dokter dan ahli fisioterapi mempekerjakan terbaru dalam ilmu kedokteran. Namun, beberapa orang masih bingung peran yang seorang dokter dan seorang dokter fisioterapi telah dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien. Perbedaan terbesar antara kedua penyedia layanan kesehatan terletak pada pendidikan dan pelatihan. Adalah signifikan bahwa perbedaan ini dicatat sehingga Anda akan tahu dimana kesehatan profesional adalah kualifikasi terbaik untuk menangani kondisi Anda.

Siapakah Fisioterapi?
Pada dasarnya, seorang fisioterapis adalah seseorang yang praktik prinsip-prinsip terapi fisik. Atau, Fisioterapi adalah bidang kesehatan yang berfokus pada pasien yang mengalami defisiensi fungsional, gangguan, atau kondisi lain yang membatasi fungsi normal dan mencegah pencapaian potensi penuh pasien fisik. Seorang fisioterapis adalah penyedia perawatan kesehatan primer yang membantu pasien mengatasi nya atau kondisinya dengan merancang, menerapkan, dan memodifikasi intervensi terapi untuk meringankan kondisi yang ada. Sebagian besar intervensi menggunakan sarana fisik perawatan, seperti terapi manual, latihan resep dan berbagai modalitas. SiswaFisioterapi  menyelesaikan program studi sarjana 4 tahun, dan kemudian 3 atau 4 tahun gelar kehormatan dalam terapi fisik. Pendidikan yang terlibat mencakup latar belakang yang solid dalam teori serta menghabiskan baik jumlah jam dalam pengalaman klinis bekerja dengan pasien sebagai bagian dari program sarjana. Beberapa hal yang dibahas oleh kursus adalah anatomi, fisiologi, patologi, dan bahkan beberapa psikologi. Praktikum juga memperkenalkan mahasiswa fisioterapi untuk mahasiswa kedokteran lainnya dari disiplin lain. Interaksi ini sangat penting dalam membantu menumbuhkan hubungan tim antar-profesional membangun dalam perawatan kesehatan.

Siapakah Dokter?
Ada dua jenis dokter, Dokter Medis, atau MD, dan Doctor of Osteopathic Kedokteran, atau DO Kedua dokter hampir memiliki pendidikan yang sama dan latar belakang pelatihan kecuali untuk fakta bahwa Dokter Kedokteran Osteopathic memiliki berat badan lebih pada mendiagnosa musculo-skeletal kondisi pasien. Mengingat fakta bahwa berurusan dengan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat bukanlah hal yang mudah, dokter menjalani pendidikan formal panjang serta mengambil bagian dalam ketat tangan-pelatihan. Seseorang yang ingin menjadi dokter akan menghabiskan beberapa tahun di sekolah dan di rumah sakit. Dia atau dia akan mengejar studi sarjana empat tahun, pergi untuk mengejar empat tahun lagi di sekolah kedokteran, dan tiga sampai lima tahun residensi. Ada orang lain yang ingin mengkhususkan diri harus mendaftar untuk beasiswa yang mengambil satu sampai tiga tahun untuk menyelesaikan.

Apa Perbedaan Antara Dua?
Anda mungkin pernah mendengar tentang fisioterapi sekali atau dua kali, dan melihat peran yang tumpang tindih penyedia layanan kesehatan ini kadang-kadang pameran, sangat mudah untuk mengacaukan mereka dengan dokter. Selain dari tingkat pendidikan dan pelatihan, ada aspek lain dari kesehatan yang membedakan seorang dokter dari fisioterapis. Seorang dokter medis yang secara hukum memenuhi syarat untuk mengeluarkan resep medis sementara seorang fisioterapis tidak memiliki kelayakan ini. Berbeda dari fungsi utama dari seorang dokter yang meresepkan obat, seorang fisioterapis lebih cenderung ke dalam menyediakan program pengobatan yang ditargetkan untuk mengembalikan kapasitas fungsional pasien.

Bagaimana Apakah Fisioterapi dan Dokter Kerja Bersama?
Dalam beberapa kasus, rujukan seorang dokter diperlukan untuk dapat memanfaatkan jasa seorang fisioterapis tapi ini sebagian besar dalam kasus dimana cakupan asuransi diperlukan. Dokter juga dikenal untuk merujuk pasien ke ahli fisioterapi ketika kondisi kesehatan manfaat perlu pengobatan terapi fisik. Namun, Anda bisa langsung menghubungi seorang fisioterapis lokal harus perlu timbul. Anda hanya bisa berjalan ke sebuah klinik fisio dan berbicara dengan dokter tentang masalah kesehatan fisioterapi Anda. Praktek langsung didukung oleh fisioterapis seluruh Kanada karena dapat menguntungkan pasien dengan melakukan jauh dengan arahan yang dinyatakan tidak perlu. Hal ini juga menghemat banyak waktu dan meningkatkan hasil pengobatan.
Jika Anda sedang mencari bantuan medis, mudah menjadi bingung dengan istilah & dokter fisioterapi. Anda harus menyadari perbedaan antara seorang fisioterapis dan seorang dokter ketika datang ke MSK cedera, karena mereka memberikan pendekatan yang sedikit berbeda. Masalah kesehatan akut dan kronis lebih baik dikomunikasikan dengan dokter sedangkan rasa sakit dan mobilitas masalah dapat diatasi.

KARAKTER YAHUDI DALAM AL QUR'AN


1. Bangsa yang pertama kali kafir kepada Nabi Muhammad SAW. (Al Baqarah:41).
2. Bangsa yang suka memutar balikkan kebenaran (Al Baqarah:42).
3. Bangsa yang diperingatkan Allah dengan keingkaran terhadap nikmat Allah (Al Baqarah: 47-48).
4. Bangsa yang pernah diuji dalam perbudakan raja-raja mesir (Al Baqarah:49).
5. Bangsa yang menyembah berhala ditengah bimbingan Nabinya (Al Baqarah:51).
6. Bangsa yang diperintahkan untuk bunuh diri masal (Al Baqarah: 54).
7. Bangsa yang pertama kali mengingkari sifat ghaib dan paham materialisme (Al Baqarah:55-56).
8. Bangsa yang suka berbuat aniaya di tengah nikmat Allah (AlBaqarah: 57).
9. Bangsa yang paling cerewet dengan Nabinya (Al baqarah: 61)10. Bangsa yang cepat melanggar janji Allah (Al Baqarah: 65).
11. Bangsa yang paling suka mempermainkan perintah Nabi (Al Baqarah: 67-71).
12. Bangsa yang paling keras menolak kebenaran Illahi (Al Baqarah: 74).
13. Bangsa yang tidak bisa diharapkan beriman kepada kebenaran para Nabi (Al Baqarah:75).
14. Bangsa yang paling suka mengatur tipu daya di tengah masyarakat (Al Baqarah: 76).
15. Bangsa yang suka memperjual-belikan agama Allah(Al Baqarah: 79).
16. Bangsa yang beranggapan tidak disentuh api neraka kecuali sebentar (Al Baqarah: 80-81).
17. Bangsa yang paling sedikit orang-orang baiknya (Al Baqarah: 83).
18. Bangsa yang paling senang bermusuhan dengan sesamanya(Al Baqarah: 84-85).
19. Bangsa yang paling sombong dan membanggakan etnisnya (Al Baqarah:91).
20. Bangsa yang paling rakus terhadap kesenangan duniawi dan takut mati (Al Baqarah: 96).
21. Bangsa yang benci kepada malaikat jibril dan Malaikat lainnya (Al Baqarah: 97-98).
22. Bangsa yang paling suka mengingkari perjanjian (Al Baqarah: 100).
23. Bangsa yang paling suka mengikuti khurafat (Al Baqarah: 102).25. Bangsa yang paling keras berupaya mengkafirkan ummat islam (Al Baqarah: 109-110).
26. Bangsa yang sama sekali tidak mengakui agama Nashrani(Al Baqarah:113).
27. Bangsa yang pertama kali menyatakan Allah berputra (Al Baqarah: 116).
28. Bangsa yang membenci kebebasan beragama (Al Baqarah:180).
29. Bangsa yang membenci agama ibrahim (Al Baqarah: 130-133).
30. Bangsa yang rasialis dan apologetik (Al Baqarah: 175).
31. Bangsa yang tidak malu bersikap sok tahu (Al Baqarah: 139-140).
32. Bangsa yang menggangap dirinya paling pandai (Al Baqarah: 142).
33. Bangsa yang hanya menurutikemauan sendiri (Al Baqarah 145).
34. Bangsa yang paling mengenal ciri Nabi Muhammad tapi mengingkarinya (Al Baqarah: 146).
35. Bangsa yang dikutuk Allah karena merahasiakan kebenaran(Al Baqarah: 159).
36. Bangsa yang paling fanatik terhadap tradisi dan leluhurnya ( Al Baqarah: 170)34. Bangsa yang paling mengenal ciri Nabi Muhammad tapi mengingkarinya (Al Baqarah: 146).
35. Bangsa yang dikutuk Allah karena merahasiakan kebenaran(Al Baqarah: 159).
36. Bangsa yang paling fanatik terhadap tradisi dan leluhurnya ( Al Baqarah: 170).
37. Bangsa yang dagang dan riba sama saja (Al Baqarah: 275).
38. Bangsa yang menjadikan agama sebagai Alat kebohongan(Ali Imran: 23-24).
39. Bangsa yang terlarang bagi kaum muslimin untuk bersetia kawan (Ali Imran: 28).
40.Bangsa yang pertama-tama merencanakan pembunuhan Nabi Isa as. (Ali Imran: 52-54).
41. Bangsa yang senang membuat siasat keragu-raguan (Ali Imran: 72-73).
42. Bangsa yang suka mengingkari amanah orang (Ali Imran: 75).
43. Bangsa yang suka mengada-ada dalam urusan agama (Ali Imran: 78).
44. Bangsa yang menjadikan agama sebagai alat untuk memperbudak bangsa lain (Ali Imran: 79-80).
45. Bangsa yang ingin membuat agama lain sebagai tandingan agama islam (Ali Imran: 83-85).
46.Bangsa yang kedlolimanya mempersulit hatinya melihat kebenaran (Ali Imran; 86-87).
47. Bangsa yang suka menghalangi orang berjalan kepada kebenaran (Ali Imran: 99).
48. Bangsa yang suka berpecah belah dan merusak paham agama (Ali Imran: 105).
49. Bangsa yang tidak suka melihat kebaikan ummat islam (Ali Imran: 118-120).
50. Bangsa yang mencela Allah sebagai si Faqir (Ali Imran: 181)51. Bangsa yang suka membuat ukuran kebenaran menurut selera sendiri (Ali Imran: 183).
52. Bangsa yang suka mencari pujian palsu (Ali Imran: 188).
53. Bangsa yang merasa dirinya paling bersih (An Nisaa: 49).
54. Bangsa yang suka memeras orang lain apabila berkuasa (An Nisaa: 53).
55. Bangsa yang selalu dengki gengan keberuntungan orang lain (An Nisaa: 54).
56. Bangsa yang suka membuat kdlaliman dalam hukum (An Nisaa: 60).
57. Bangsa yang berusagha mempengaruhi kearah kerusakan apabila dijadikan teman (An Nisaa: 89).
58. Bangsa yang suka mempermainkan para Nabi (An Nisaa: 153).
59. Bangsa yang mengaku membunuh Nabi Isa (An Nisaa: 157).

PENATALAKSANAAN KERACUNAN

Keracunan dalah masuknya zat yang berlaku sebagai racun, yang memberikan gejala sesuai dengan macam, dosis dan cara pemberiannya.

Seseorang dicurigai menderita keracunan, bila :
1. Sakit mendadak.
2. Gejala tak sesuai dengan keadaan patologik tertentu.
3. Gejala berkembang dengan cepat karena dosis besar.
4. Anamnese menunjukkan kearah keracunan, terutama kasus percobaan bunuh diri, pembunuhan atau kecelakaan.
5. Keracunan kronis dicurigai bila digunakannya obat dalam waktu lama atau lingkungan pekerjaan yang berhubungan dengan zat kimia.

GEJALA UMUM KERACUNAN

1. Hipersalivasi (air ludah berlebihan)
2. Gangguan gastrointestinal : mual-muntah
3. Mata : miosis

PENATALAKSANAAN

1. Mencegah / menghentikan penyerapan racun

a. Racun melalui mulut (ditelan / tertelan)
1. Encerkan racun yang ada di lambung dengan : air, susu, telor mentah atau norit).
2. Kosongkan lambung (efektif bila racun tertelan sebelum 4 jam) dengan cara :

- Dimuntahkan :
Bisa dilakukan dengan cara mekanik (menekan reflek muntah di tenggorokan), atau pemberian air garam atau sirup ipekak.
Kontraindikasi : cara ini tidak boleh dilakukan pada keracunan zat korosif (asam/basa kuat, minyak tanah, bensin), kesadaran menurun dan penderita kejang.

- Bilas lambung :
• Pasien telungkup, kepala dan bahu lebih rendah.
• Pasang NGT dan bilas dengan : air, larutan norit, Natrium bicarbonat 5 %, atau asam asetat 5 %.
• Pembilasan sampai 20 X, rata-rata volume 250 cc.
Kontraindikasi : keracunan zat korosif & kejang.

- Bilas Usus Besar : bilas dengan pencahar, klisma (air sabun atau gliserin).

b. Racun melalui melalui kulit atau mata

- Pakaian yang terkena racun dilepas
- Cuci / bilas bagian yang terkena dengan air dan sabun atau zat penetralisir (asam cuka / bicnat encer).
- Hati-hati : penolong jangan sampai terkontaminasi.

c. Racun melalui inhalasi
- Pindahkan penderita ke tempat aman dengan udara yang segar.
- Pernafasan buatan penting untuk mengeluarkan udara beracun yang terhisap, jangan menggunakan metode mouth to mouth.

d. Racun melalui suntikan
- Pasang torniquet proximal tempat suntikan, jaga agar denyut arteri bagian distal masih teraba dan lepas tiap 15 menit selama 1 menit
- Beri epinefrin 1/1000 dosis : 0,3-0,4 mg subkutan/im.
- Beri kompres dingin di tempat suntikan

2. Mengeluarkan racun yang telah diserap
Dilakukan dengan cara :
- Diuretic : lasix, manitol
- Dialisa
- Transfusi exchange

3. Pengobatan simptomatis / mengatasi gejala
- Gangguan sistem pernafasan dan sirkulasi : RJP
- Gangguan sistem susunan saraf pusat :
• Kejang : beri diazepam atau fenobarbital
• Odem otak : beri manitol atau dexametason.

4. Pengobatan spesifik dan antidotum

a. Keracunan Asam / Basa Kuat (Asam Klorida, Asam Sulfat, Asam Cuka Pekat, Natrium Hidroksida, Kalium Hidroksida).

- Dapat mengenai kulit, mata atau ditelan.
- Gejala : nyeri perut, muntah dan diare.
- Tindakan :
• Keracunan pada kulit dan mata :
- irigasi dengan air mengalir
- beri antibiotik dan antiinflamasi.
• Keracunan ditelan / tertelan :
- asam kuat dinetralisir dengan antasida
- basa kuat dinetralisir dengan sari buah atau cuka
- jangan bilas lambung atau tindakan emesis
- beri antibiotik dan antiinflamasi.


b. Keracunan Alkohol / Minuman Keras

- Gejala : emosi labil, kulit memerah, muntah, depresi pernafasan, stupor sampai koma.
- Tindakan :
• Bilas lambung dengan air
• Beri kopi pahit
• Infus glukosa : mencegah hipoglikemia.

c. Keracunan Arsenikum

- Gejala : mulut kering, kulit merah, rasa tercekik, sakit menelan, kolik usus, muntah, diare, perdarahan, oliguri, syok.
- Tindakan :
• Bilas lambung dengan Natrium karbonat/sorbitol
• Atasi syok dan gangguan elektrolit
• Beri BAL (4-5 Kg/BB) setiap 4 jam selama 24 jam pertama. Hari kedua sampai ketiga setiap 6 jam (dosis sama). Hari keempat s/d ke sepuluh dosis diturunkan.

d. Keracunan Tempe Bongkrek

- Gejala : mengantuk, nyeri perut, berkeringat, dyspneu, spasme otot, vertigo sampai koma.
- Tindakan : terapi simptomatik.

e. Keracunan Makanan Kaleng (Botulisme)

- Gejala : gangguan penglihatan, reflek pupil (-), disartri, disfagi, kelemahan otot lurik, tidak ada gangguan pencernaan dan kesadaran.
- Tindakan :
• Bilas lambung dengan norit
• Beri ATS 10.000 unit.
• Ber Fenobarbital 3 x 30-60 mg / oral.

f. Keracunan Ikan

- Gejala : panas sekitar mulut, rasa tebal pada anggota badan, mual, muntah, diare, nyeri perut, nyeri sendi, pruritus, demam, paralisa otot pernafasan.
- Tindakan : Emesis, bilas lambung dan beri pencahar.

g. Keracunan Jamur

- Gejala : air mata, ludah dan keringat berlebihan, mata miosis, muntah, diare, nyeri perut, kejang, dehidrasi, syok sampai koma.
- Tindakan :
• Emesis, bilas lambung dan beri pencahar.
• Injeksi Sulfas Atropin 1 mg / 1-2 jam
• Infus Glukosa.
h. Keracunan Jengkol

- Gejala : kolik ureter, hematuria, oliguria – anuria, muncul gejala Uremia.
- Tindakan :
• Infus Natrium bikarbonat
• Natrium bicarbonat tablet : 4 x 2 gr/hari

i. Keracunan Singkong

- Gejala : Mual, nyeri kepala, mengantuk, hipotensi, takikardi, dispneu, kejang, koma (cepat meninggal dalam waktu 1-15 menit).
- Tindakan :
• Beri 10 cc Na Nitrit 5 % iv dalam 3 menit
• Beri 50 cc Na Thiosulfat 25 % iv dalam 10 menit.

j. Keracunan Marihuana / Ganja

- Gejala : halusinasi, mulut kering, mata midriasis
- Tindakan : simptomatik, biasanya sadar setelah dalam 24 jam pertama.

k. Keracunan Formalin

- Gejala :
• Inhalasi : iritasi mata, hidung dan saluran nafas, spasme laring, gejala bronchitis dan pneumonia.
• Kulit : iritasi, nekrosis, dermatitis.
• Ditelan/tertelan : nyeri perut, mual, muntah, hematemesis, hematuria, syok, koma, gagal nafas.
- Tindakan : bilas lambung dengan larutan amonia 0,2 %, kemudian diberi minum norit / air susu

l. Keracunan Barbiturat

- Gejala : mengantuk, hiporefleksi, bula, hipotensi, delirium, depresi pernafasan, syok sampai koma.
- Tindakan :
• Jangan lakukan emesis atau bilas lambung
• Bila sadar beri kopi pahit secukupnya
• Bila depresi pernafasan, beri amphetamin 4-10 mg intra muskular.

m. Keracunan Amfetamin

- Gejala : mulut kering, hiperaktif, anoreksia, takikardi, aritmia, psikosis, kegagalan pernafasan dan sirkulasi.
- Tindakan :
• Bilas lambung
• Klorpromazin 0,5-1 mg/kg BB, dapat diulang tiap 30 menit
• Kurangi rangsangan luar (sinar, bunyi)
n. Keracunan Aminopirin (Antalgin)

- Gejala : gelisah, kelainan kulit, laborat : agranolositosis
- Tindakan :
• Beri antihistamin im/iv
• Beri epinefrin 1 %o 0,3 cc sub kutan.

o. Keracunan Digitalis (Digoxin)

- Gejala : anoreksia, mual, diare, nadi lambat, aritmia dan hipotensi
- Tindakan :
• Propranolol
• KCl iv

p. Keracunan Insektisida Gol.Organofosfat (Diazinon, Malathion)

- Gejala : mual, muntah, nyeri perut, hipersalivasi, nyeri kepala, mata miosis, kekacauan mental, bronchokonstriksi, hipotensi, depresi pernafasan dan kejang.
- Tindakan :
• Atropin 2 mg tiap 15 menit sampai pupil melebar
• Jangan diberi morfin dan aminophilin.

q. Keracunan Insektisida Gol.(Endrin, DDT)

- Gejala : muntah, parestesi, tremor, kejang, edem paru, vebrilasi s/d kegagalan ventrikel, koma
- Tindakan :
• Jangan gunakan epinefrin
• Bilas lambung hati-hati
• Beri pencahar
• Beri Kalsium glukonat 10 % 10 cc iv pelan-pelan.

r. Keracunan Senyawa Hidrokarbon (Minyak Tanah, Bensin)

- Gejala :
• Inhalasi : nyeri kepala, mual, lemah, dispneu, depresi pernafasan
• Ditelan/tertelan : muntah, diare, sangat berbahaya bila terjadi aspirasi (masuk paru)
- Tindakan :
• Jangan lakukan emesis
• Bilas lambung hati-hati
• Beri pencahar
• Depresi pernafasan : Kafein 200-500 mg im
• Pengawasan : kemungkinan edem paru.

s. Keracunan Karbon Mono-oksida (CO)

- Gejala : kulit dan mukosa tampak merah terang, nyeri dan pusing kepala, dispneu, pupil midriasis, kejang, depresi pernafasan sampai koma.
- Tindakan :
• Pasang O2 bertekanan
• Jangan gunakan stimulan
• Pengawasan : kemungkinan edem otak

t. Keracunan Narkotika (Heroin, Morfin, Kodein)

- Gejala : mual, muntah, pusing, klulit dingin, pupil miosis, pernafasan dangkal sampai koma.
- Tindakan :
• Jangan lakukan emesis
• Beri Nalokson 0,4 mg iv tiap 5 menit (atau Nalorpin 0,1 mg/Kg BB.
Obat terpilih Nalokson (dosis maximal 10 mg), karena tidak mendepresi pernafasan, memperbaiki kesadaran, hanya punya efek samping emetik.
Karenanya pada penderita koma tindakan preventif untuk aspirasi harus disiapkan.



KEPUSTAKAAN

1. Halim Mubin A. : Panduan Praktis Ilmu Penyakit Dalam : Diagnosa dabn Terapi, EGC, Jakarta 2001 : 98-115.
2. Panitia Pelantikan Dokter FK-UGM : Penatalaksanaan Medik, Senat Mahasiswa Fak.Kedokteran UGM, Yogyakarta 1987 : 18-22.
3. Purnawan J., Atiek S.S., Husna A. : Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius, Jakarta 1982: 185-198.